Hari Obesitas Sedunia pada 4 Maret menjadi momentum penting bagi Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali untuk menyoroti permasalahan obesitas di Pulau Dewata. Dinkes Bali meminta warga untuk menghindari makanan cepat saji (fast food) agar terhindar dari obesitas.
"Kalau untuk dewasa, di sekolah-sekolah kami sarankan untuk menghindari fast food," ujar Kadinkes Bali, I Nyoman Gede Anom, saat ditemui seusai rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali, Selasa (4/3/2025).
Namun, menurut Anom, yang paling penting adalah pencegahan harus dimulai sejak balita. "Kalau kita cegah dari sekarang, maka ke depan kita bisa mengurangi risiko penyakit akibat obesitas karena obesitas bisa menimbulkan banyak penyakit lainnya," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), prevalensi obesitas nasional terus meningkat dari 10,5% pada 2007 menjadi 21,8% pada 2018. Pemerintah menargetkan penurunan angka obesitas menjadi di bawah 3% pada 2030.
Menurut Anom, angka obesitas di Bali masih berada di atas rata-rata nasional yang menunjukkan bahwa kondisi ini masih menjadi masalah serius. "Artinya masih jelek," ungkap Anom.
Namun, Anom tak mengungkapkan data soal jumlah penderita obesitas di Bali. Ia hanya mengungkapkan bahwa obesitas bersama permasalahan gizi lain, seperti underweight, overweight, dan stunting, masih menjadi tantangan kesehatan di Bali.
"Kasus gizi kurang dan gizi buruk sudah menunjukkan penurunan, tetapi obesitas masih menjadi pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan," tambah Anom.
Menurut Anom, tingginya angka obesitas di Bali disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pola asuh dan konsumsi makanan berlebihan serta tidak sehat, terutama pada anak-anak.
Guna menekan angka obesitas, pemerintah daerah mengikuti standar nasional dalam penanganannya. Salah satu program yang telah berjalan adalah pemberian makanan tambahan di posyandu serta bantuan makanan bergizi bagi anak-anak.
(iws/nor)