Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Barat (NTB) berharap gedung tempat evakuasi sementara (TES) atau selter tsunami di Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, bisa dimanfaatkan kembali. Selter tsunami itu kini tengah mangkrak dan disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD NTB, Ahmadi, mengatakan masih menunggu hasil keputusan ahli konstruksi terkait pemanfaatan selter tsunami itu seusai diusut KPK.
"Kalau bagi kami sih. Kalau bisa gedung itu kita selamatkan, apa yang perlu diperbaiki, itu saran kami, tetapi kami tidak berani mengatakan maunya begini-begitu kan. Tergantung nanti hasil tim ahli dan pengadilan," ujar Ahmadi kepada detikBali, Senin (12/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski mangkrak, Ahmadi berujar, gedung yang dibangun pada 2014 dengan anggaran Rp 20 miliar tersebut diharapkan bisa dipakai sebagaimana mestinya oleh pemerintah daerah (pemda). "Tetapi, itu tergantung daripada ahli konstruksi nanti. Keputusannya nanti bukan sekarang. Kami tunggu sajalah intinya ya apa keputusannya," ujarnya.
Menurut Ahmadi, sebelum gedung itu diserahterimakan, BPBD sempat melakukan sharing anggaran dengan menambah fasilitas gedung. Pemprov NTB menyisihkan anggaran daerah untuk pembangunan, WC, tembok pembatas gedung, serta pembangunan musala pada 2015.
"Ya itu bentuk sharing anggaran sebenarnya antara pemerintah pusat sama pemda sehingga waktu itu perlu dilengkapi beberapa fasilitas. Itu dahulu dari APBD, nilainya belum kami cek karena tahun itu saya baru masuk di BPBD," ujar Ahmadi.
Jika gedung itu diperbaiki kembali, lanjut Ahmadi, biayanya akan diajukan ke pemerintah pusat. Namun, persoalannya adalah kementerian mau atau tidak mengeluarkan pembiayaan lagi untuk perbaikan selter tsunami tersebut.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, mengatakan pengecekan fisik terhadap selter tsunami pada Kamis (8/8/2024) dilakukan oleh sejumlah pihak, yaitu penyidik, auditor yang melakukan perhitungan kerugian, Waskita Karya, Satuan Kerja (Satker) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan BPBD Lombok Utara.
"Cek fisik dilakukan secara visual membandingkan kualitas antara riil di lapangan dengan gambar yang masuk dokumen lelang, pengecekan tingkat kerusakan, optimalnya penggunaan pascaserah terima tahun 2017 lalu," ungkap Tessa via WhatsApp.
Dari dokumen yang dilihat detikBali, sebelum ada penambahan fasilitas oleh BPBD NTB, tsunami selter ini sempat dimanfaatkan untuk penampungan korban banjir yang mengakibatkan ratusan rumah di perkampungan warga terendam setinggi 1 meter pada 27 Desember 2014.
Selanjutnya, pada 6 Februari 2015, gedung TES kembali dimanfaatkan untuk kegiatan penyuluhan yang diajukan Sekolah Tinggi Kesehatan (Stikes) Mataram. Pemanfaatan gedung itu berlangsung pada masa pemeliharaan 180 hari kalender kerja.
Kemudian, pada 3 Maret 2017, seusai masa pemeliharaan selesai, shelter tsunami yang masuk dalam barang milik negara (BMN) ini dihibahkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Utara atas persetujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kementerian Sekretaris Negara (Kemensesneg).
Persetujuan Presiden ditindaklanjuti Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian PUPR dengan membuat naskah hibah BMN dan berita acara serah terima selter tsunami kepada Pemkab Lombok Utara pada 16 Juni 2017.
Dalam surat nomor 311/BA/DC/2017, Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian PUPR Sri Hartoyo sebagai pihak pertama bersama Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar menandatangani naskah hibah dan berita acara serah terima shelter tsunami tersebut.
Namun, pascagempa 2018 terjadi, gedung selter tsunami mengalami kerusakan yang cukup parah. Pemkab Lombok Utara melalui Bupati Djohan Sjamsu mengajukan permohonan bantuan optimalisasi dan fungsionalitas gedung selter tsunami kepada Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI pada 14 Juni 2021.
(iws/iws)