·ÉËÙÖ±²¥

Bikin 635 Kredit Fiktif, Tiga Petinggi BPR Bali Artha Anugrah Jadi Tersangka

Bikin 635 Kredit Fiktif, Tiga Petinggi BPR Bali Artha Anugrah Jadi Tersangka

Sui Suadnyana, Aryo Mahendro - detikBali
Kamis, 19 Des 2024 22:32 WIB
Dua dari tiga petinggi BPR Bali Artha Anugrah saat diperiksa sebagai tersangka di Kejari Denpasar, Kamis (19/12/2024). (Dok. Kejari Denpasar)
Foto: Dua dari tiga petinggi BPR Bali Artha Anugrah saat diperiksa sebagai tersangka di Kejari Denpasar, Kamis (19/12/2024). (Dok. Kejari Denpasar)
Denpasar -

Tiga petinggi PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bali Artha Anugrah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Mereka diduga menerbitkan 635 kredit fiktif memakai 151 nama debitur atau nasabah dengan total plafon sebesar Rp 325,47 miliar.

Ketiga tersangka adalah I Nengah Sujana yang menjabat Direktur Kepatuhan, Ida Bagus Toni Astawa sebagai Direktur Utama, dan I Gede Dodi yang menjabat sebagai Kepala Bagian (Kabag) Kredit. Mereka kini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kerobokan, Badung.

"Tindak pidana perbankan dengan sengaja menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam dokumen bank tanpa melaksanakan prinsip ketaatan pada peraturan," kata Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Ady Wira Bhakti, saat dihubungi detikBali, Kamis (19/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wira mengatakan Sujana sempat dipanggil sebagai saksi ke Kejari Denpasar, Kamis (19/12/2024) sore. Setelah menjalani pemeriksaan, statusnya dinaikkan jadi tersangka.

"Hari ini diproses tahap dua di Kejari Denpasar. Dia dipanggil dan diperiksa sebagai saksi. Dari hasil pemeriksaan, statusnya jadi tersangka. Hari ini sudah ditahan di LP Kerobokan," terang Wira.

ADVERTISEMENT

Kasus dugaan korupsi itu berawal dari penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) beberapa waktu lalu. Karena kejadian perkaranya di kantor BPR Bali Artha Anugrah, Denpasar, maka proses penyidikannya melibatkan Kejari Denpasar.

Hasil penyidikan OJK dan Kejagung, Sujana, Toni, dan Dodi diduga kongkalikong memproses penerbitan 635 kredit fiktif sejak 2017 hingga 2023. Mereka menerbitkan kredit fiktif tanpa melalui prosedur yang berlaku dan tanpa sepengetahuan debitur.

Ratusan miliar uang haram itu dicairkan untuk membayar tunggakan angsuran, termasuk pokok dan bunga debitur lain, pembayaran pelunasan kredit, pembayaran fee, dan kepentingan pribadi. "(Uang digunakan) untuk kepentingan pribadi direksi sebesar Rp 175 miliar," ungkap Wira.

Wira tidak memerinci peran masing-masing tersangka dalam kasus itu. Hanya Sujana yang diketahui mencairkan dana dengan menerbitkan 85 kredit fiktif. Total plafonnya mencapai Rp 28,7 miliar.

Sujana tidak melakukan sejumlah prosedur yang berlaku dalam aksinya menerbitkan kredit fiktif. Ia tidak melakukan survei terhadap debitur, tidak memeriksa sistem informasi layanan keuangan (SLIK), tidak ada pengecekan agunan atau jaminan, dan sejumlah prosedur lain.

"Tidak dilakukan pengecekan gaji atau penghasilan ataupun laporan keuangan perusahaan (debitur). Sehingga menyebabkan pencatatan palsu pada dokumen perbankan berkas kredit," ungkap Wira.

Pria yang juga Ketua KONI Denpasar dan dua bawahannya di BPR Bali Artha itu dijerat Pasal 49 ayat (1) huruf a dan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Ancamannya delapan tahun penjara.




(hsa/hsa)

Berita ·ÉËÙÖ±²¥Lainnya
Wolipop
detikFinance
detikNews
detikInet
detikTravel
detikFood
Sepakbola
detikOto
Hide Ads