Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melansir temuan pemborosan pembayaran honorarium kepada Wakil Gubernur, Wakil Ketua I, II, dan III DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB). Bahkan, hasil audit terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) itu menyebut kelebihan pembayaran honor mencapai Rp 340 juta.
Temuan BPK mengungkap pembayaran honorarium belum mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan (SHS) Regional. Hasil pengujian atas dokumen pertanggungjawaban pembayaran honor terhadap Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Sekretariat Daerah dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) menunjukkan ketidakhematan dalam pembayaran honorarium.
Dari hasil pemeriksaan atas realisasi honorarium Forum Koordinasi Pimpinan di Daerah (Forkopimda) NTB 2022, diketahui terdapat pembayaran untuk unsur yang tak diatur di Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2022 senilai Rp 340 juta. Unsur yang tak sesuai tersebut, yakni Wakil Gubernur, Wakil Ketua I, II, dan III DPRD NTB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, untuk Wagub NTB, honorarium yang tidak sesuai aturan itu sebesar Rp 25 juta diberikan sebanyak empat kali terhitung sejak September-Desember 2022. Jika diakumulasi honor yang tidak sesuai aturan menjadi sebesar Rp 100 juta di sepanjang tahun lalu.
Lalu, untuk Wakil Ketua I, II, dan III DPRD NTB, yaitu honor sebesar Rp 20 juta dan diberikan sebanyak empat kali. Apabila diakumulasi, nilainya mencapai Rp 80 juta per orang atawa Rp 240 juta untuk tiga orang selama tahun lalu.
Honor ini adalah imbalan jasa yang diberikan untuk pegawai negeri sipil (PNS) maupun non-PNS dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.
Pemberian honorarium diizinkan, asalkan secara proporsional dan sesuai dengan jumlah anggaran yang dimiliki pemerintah daerah dengan mengacu kepada SHS.
Dalam hal ini, pemberian honor kepada Wagub dan Wakil Ketua I, II, dan III DPRD NTB karena masuk dalam Forkopimda. Pemprov NTB yang membentuk Forkopimda itu melalui Keputusan Gubernur Nomor 300-653 Tahun 2022.
Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda tidak menampik temuan tersebut. "Saya kira honorarium itu sudah disetop, sudah diselesaikan, dan saya kira kalau itu jadi temuan akan diselesaikan," ujarnya ditemui di Kantor DPRD NTB, Kamis (22/6/2023).
Wakil Ketua DPRD Yek Agil berjanji akan menindaklanjuti temuan BPK itu. Ia memastikan hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan akan diselesaikan. "Namanya LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) kan kami tindaklanjuti," terang dia.
Namun, Agil juga mengingatkan pemberian honorarium memiliki dasar hukum dan regulasi yang kuat. "Itu pasti sudah mendapatkan asistensi. Prinsipnya, di setiap temuan LHP akan diselesaikan. Tugas kami juga menjamin itu," ungkapnya.
Asisten III (Administrasi dan Umum) Setda NTB Ahmad Wirawan tidak bersedia dimintai pendapat. Menurutnya, hal itu bukan kewenangannya. "Saya no comment soal itu, bukan otoritas saya. (Silakan) ke inspektorat atau biro hukum saja," tegas Wirawan.
Dalam LHP, Kepala Biro Hukum NTB berdalih bahwa Wagub dan Wakil Ketua I, II, dan III DPRD NTB menjadi anggota Forkopimda berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terkait Pemerintah Daerah.
Salah satunya, mengutip Pasal 66 ayat 1 huruf a angka a, Wagub memiliki tugas membantu kepala daerah dalam memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang jadi kewenangan daerah.
(BIR/gsp)