- Rangkuman Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1. Persiapan Kemerdekaan RI 2. Peristiwa Rengasdengklok 3. Penyusunan Proklamasi Kemerdekaan RI 4. Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI
- Fakta-fakta di Balik Proklamasi Kemerdekaan RI 1. Naskah Diketik Pakai Mesin Berhuruf Kanji 2. Draf Teks Proklamasi Nyaris Hilang 3. Terjadi di Bulan Ramadhan 4. Sukarno Sakit Malaria 5. Foto Bersejarah 6. Penyebaran Berita Dilakukan Sembunyi-sembunyi 7. Lokasi Proklamasi Sudah Dirobohkan
Sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia diawali dengan persiapan hingga pembacaan teks pada Jumat, 17 Agustus 1945. Naskah proklamasi dibacakan oleh Soekarno-Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Pembacaan proklamasi menandai kemerdekaan Indonesia yang bukan merupakan pemberian dari Jepang. Simak sejarah sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia berikut ini, lengkap dengan fakta-fakta menarik di baliknya.
Rangkuman Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia meliputi beberapa peristiwa yang terjadi berurutan. Momen ini meliputi persiapan kemerdekaan RI, peristiwa Rengasdengklok, penyusunan naskah, hingga pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Persiapan Kemerdekaan RI
Dikutip dari Ensiklopedia Kemdikbud, di masa pendudukan Jepang, Indonesia dijanjikan untuk merdeka. Janji ini didapatkan setelah Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo pada sidang Parlemen Jepang di Tokyo 16 Juni 1943 mengumumkan bahwa bangsa Indonesia berkesempatan berperan dalam politik dan pemerintahan.
Setelah Jepang terdesak dalam Perang Dunia II, Perdana Menteri Jepang berikutnya, Kuniaki Koiso, mengumumkan dalam sidang Parlemen Jepang di Tokyo 7 September 1944 bahwa Indonesia bisa merdeka kelak di kemudian hari. Indonesia pun boleh mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya sehari setelahnya.
Hal tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diumumkan pada 29 April 1945. Ketuanya adalah dr Radjiman Wedyodiningrat, sedangkan dua wakilnya adalahItibangase Yosio dan R.P. Soeroso.
Dalam sidang pertama BPUPKI pada 28 Mei-1 Juni, mereka membahas dasar negara, yang kemudian tercetuslah Pancasila sesuai pidato Sukarno pada 1 Juni 1945. Kemudian dibentuk panitia kecil untuk merumuskan batang tubuh UUD yang dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Berlanjut pada sidang kedua, 10-17 Juli 1945, dibahas lebih lanjut mengenai bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan UUD, ekonomi dan keuangan, pembelaan, pendidikan dan pengajaran.
BPUPKI lalu dibubarkan dan dibentuklah Dokuritsu Junbi Iinkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 7 Agustus 1945. Ketuanya adalah Sukarno dan wakilnya Mohammad Hatta.
Rencana kemerdekaan Indonesia semakin terang ketika Sukarno, Hatta, dan Radjiman berangkat ke Dalat (Vietnam Selatan) pada 9 Agustus 1945. Mereka bertemu Panglima Angkatan Perang Jepang di Asia Tenggara, Jenderal Terauchi yang menghasilkan pemberian kemerdekaan kepada Indonesia. Waktunya kembali diserahkan kepada bangsa Indonesia sendiri.
Saat mereka kembali ke Kemayoran Jakarta pada 14 Agustus, Sukarno menyampaikan hasil pembicaraan dengan Jepang tersebut. Sukarno mengatakan, "Apabila dulu aku beritahu bahwa Indonesia akan merdeka sesudah jagung berbuah, sekarang dapat dikatakan Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga."
2. Peristiwa Rengasdengklok
Dalam buku Sejarah Indonesia Kelas XI: Proklamasi Kemerdekaan dan Maknanya Bagi Bangsa Indonesia (2020) yang disusun Ersontowi, disebutkan bahwa terjadi perbedaan pendapat mengenai golongan muda dan tua terkait kemerdekaan Indonesia yang merupakan pemberian Jepang.
Hal ini semakin diperkuat ketika peristiwa bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa tersebut diyakini membuat Jepang akan menyerah kepada sekutu. Syahrir menyampaikan gagasan kepada Hatta agar Indonesia segera memproklamasikan kemerdekaan sendiri karena Jepang sudah kalah.
Namun Hatta membantahnya karena proklamasi Indonesia akan diserahkan kepada PPKI yang telah dibentuk. Sementara Syahrir selaku golongan muda tidak mau kemerdekaan Indonesia ini dikenal sebagai buatan Jepang.
Sukarno pun sependapat dengan Hatta yang tidak mau tergesa-gesa. Pertimbangannya adalah militer Jepang masih ada di Indonesia, sehingga dikhawatirkan akan terjadi pertumpahan darah. Selain itu, Jepang telah menjanjikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945 melalui PPKI.
Perbedaan pendapat ini membuat golongan muda melakukan perundingan yang dipimpin Chaerul Saleh di ruangan Lembaga Bakteriologi Pegangsaan Timur pada 15 Agustus 1945 malam. Selanjutnya diharapkan dilakukan perundingan dengan Sukarno dan Hatta.
Wikana dan Darwis pada pukul 22.00 WIB datang ke rumah Sukarno dan mengancam akan terjadi pertumpahan darah jika proklamasi tidak dibacakan pada 16 Agustus 1945. Sukarno justru meradang dan berkata, "Inilah leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang juga. Saya tidak bisa melepas tanggung jawab saya sebagai ketua PPKI. Karena itu, saya akan tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok."
Berdasarkan rapat terakhir pukul 24.00 WIB menjelang tanggal 16 agustus 1945 di Cikini 71, Jakarta, golongan pemuda nekat membawa Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Hal ini ditujukan untuk menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang.
Soekarno turut disertai Fatmawati dan Guntur Soekarno Putra. Mereka dibawa ke rumah seorang keturunan Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong. Di sana, para pemuda meyakinkan kedua tokoh tersebut bahwa Jepang telah menyerah dan rakyat siap melawan Jepang.
Bahkan Sukarni mengatakan ada 15.000 pemuda bersenjata yang bersiap di pinggir-pinggir Jakarta. Mereka siap memasuki ibu kota setelah proklamasi dikumandangkan.
Sementara itu di Jakarta terjadi kesepakatan antara Achmad Soebardjo selaku golongan tua dengan Wikana selaku golongan muda untuk mengadakan proklamasi di Jakarta. Yusuf Kunto diutus untuk mengantar Achmad Soebardjo ke Rengasdengklok.
Achmad Soebardjo lalu menjemput Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta dan berhasil meyakinkan golongan muda untuk tidak terburu-terburu memproklamasikan kemerdekaan
3. Penyusunan Proklamasi Kemerdekaan RI
Rencana kembali berubah ketika rombongan kembali ke Jakarta. Pada 16 Agustus 1945 malam, Soekarno-Hatta diantar oleh Laksamana Maeda ke rumah Kepala pemerintahan militer Jepang di Indonesia, Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto. Namun dia tidak bersedia menerima rombongan Soekarno-Hatta.
Rombongan lalu diterima oleh Kepala Departemen Urusan Umum Pemerintahan Militer Jepang, Mayor Jenderal Otoshi Nishimura. Rombongan menerima kabar mengejutkan bahwa Tokyo tidak mengizinkan proklamasi kemerdekaan Indonesia karena adanya perjanjian antara Sekutu dan Jepang. Sekutu meminta Jepang menjaga status quo di wilayah jajahan Jepang, termasuk Indonesia.
Hal ini membuat rombongan Soekarno-Hatta bersegera menyiapkan proklamasi kemerdekaan. Mereka menyiapkannya di kediaman Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol No 1 bersama Achmad Soebardjo, Sukarni, BM Diah, Sudiro, Sayuti Melik.
Pada dini hari tanggal 17 Agustus 1945, di rumah Laksamana Maeda, tepatnya di ruang makan, Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo menyusun teks proklamasi. Sukarni mengusulkan teks Proklamasi agar ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Naskah proklamasi hasil tulisan tangan Sukarno kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik dengan beberapa perubahan yang disepakati. Selain itu, mereka juga merundingkan lokasi pembacaan proklamasi. Yang awalnya diusulkan di Lapangan Ikada Jakarta, kemudian disepakati pelaksanaannya di rumah Sukarno, Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta pukul 10.00 WIB.
4. Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI
Pagi itu, 17 Agustus 1945, suasana di Jalan Pegangsaan Timur No 56 tampak sibuk. Wali Kota Jakarta saat itu, Soewiryo meminta Mr Wilopo agar mempersiapkan seluruh kebutuhan untuk pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Tokoh lain, Suhud diperintahkan mencari tiang bendera yang kemudian dipakailah sebatang bambu. Bendera merah-putih yang telah dijahit Fatmawati juga disiapkan agar dikibarkan saat acara.
Pada pukul 10.00 WIB, masyarakat berkumpul mendengarkan pembacaan proklamasi dimulai. Sukarno terlebih dahulu berpidato kemudian dilanjutkan membaca teks proklamasi.
Suhud dan Latief Hendraningrat bertugas mengibarkan bendera merah-putih. Masyarakat yang hadir dengan spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Fakta-fakta di Balik Proklamasi Kemerdekaan RI
Di balik pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut, terdapat fakta-fakta menarik. Berikut ini fakta-faktanya yang dikutip dari situs Kominfo Pemprov Jatim dan buku Sejarah Indonesia Kelas XI: Proklamasi Kemerdekaan dan Maknanya Bagi Bangsa Indonesia.
1. Naskah Diketik Pakai Mesin Berhuruf Kanji
Dalam proses penyusunan naskah proklamasi, naskah asli proklamasi ditulis tangan oleh Soekarno tanpa tanda tangan. Naskah kemudian diketik menggunakan mesin ketik milik Angkatan Laut Jerman yang berhuruf kanji Jepang. Naskah ini ditandatangani oleh Soekarno-Hatta.
2. Draf Teks Proklamasi Nyaris Hilang
Draf teks proklamasi hampir saja hilang usai diketik Sayuti Melik. Namun wartawan bernama BM Diah menemukannya di bak sampah lalu disimpan selama 46 tahun, kemudian diserahkan kepada pemerintah Orde Baru pada 29 Mei 1992.
3. Terjadi di Bulan Ramadhan
Peristiwa pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia terjadi pada 17 Agustus 1945. Hari itu bertepatan pada hari Jumat, 9 Ramadhan 1364 H.
4. Sukarno Sakit Malaria
Sebelum dilakukan pembacaan teks proklamasi, Sukarno masih tertidur pulas karena sakit malaria.
5. Foto Bersejarah
Foto pelaksanaan proklamasi yang hingga kini beredar adalah hasil dokumentasi Mendur Bersaudara. Mereka kemudian diburu tentara Jepang. Namun negatif film foto tersebut disembunyikan di bawah pohon, sehingga tidak ditemukan tentara Jepang.
6. Penyebaran Berita Dilakukan Sembunyi-sembunyi
Kabar proklamasi kemudian disebarkan secara luas melalui peralatan milik kantor berita Domei (kini Antara) secara sembunyi-sembunyi oleh Adam Malik dkk.
7. Lokasi Proklamasi Sudah Dirobohkan
Proklamasi berlangsung di rumah Sukarno, Jalan Pegangsaan Timur no 56. Rumah tersebut awalnya milik Faradj bin Said bin Awad Martak, seorang pedagang Indonesia dari keturunan Arab.
Rumah ini kemudian dirobohkan oleh Bung Karno, dengan alasan yang hingga kini masih belum diketahui. Namun di tempat ini kemudian dibangun Gedung Pola.
Nah, demikian tadi telah diketahui rangkuman sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini menjadi pelajaran besarnya tekad pendiri bangsa membangun Indonesia menjadi negara berdaulat.
(row/row)