Artis Maudy Ayunda ternyata sempat mengalami pengalaman tak menyenangkan saat sekolah. Alumnus salah satu kampus elite dunia Stanford University itu pernah dinilai tidak bisa mengikuti pembelajaran dengan baik di sekolah karena kesibukannya sebagai artis.
"Dulu sempat saya dianggap tidak mungkin gitu bisa perform secara akademis. Akhirnya waktu itu ada skema nilai prediksi sampai saya komplain setengah mati," tutur Maudy dalam acara Peluncuran Gemini Akademi dan Gerakan Edukreator di Gedung A Kemendikdasmen, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (7/5/2025)
Nilai prediksi dari guru yang diterima Maudy kala itu sangatlah rendah. Karena dengan kesibukannya, ia dinilai tidak bisa fokus dengan belajar dan tak bisa mendapat nilai bagus kala ujian akhir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dampak dari hal tersebut, pemeran Kugy dalam film Perahu Kertas itu merasakan demotivasi atau kehilangan motivasi. Hal ini menurutnya bisa berbahaya jika seorang siswa tidak memiliki mentalitas yang kuat untuk melanjutkan pembelajaran.
Minta Guru, Sekolah dan Orang Tua Tidak Membeda-bedakan Anak
Berangkat dari kisahnya, Maudy menganggap penting untuk guru, sekolah, dan orang tua untuk tidak membeda-bedakan atau mengkotak-kotakkan anak. Karena ada anak yang memang pintar dalam bidang A tetapi tidak mahir dalam bidang lainnya.
Ekosistem sekolah menurutnya harus punya ruang yang besar untuk menumbuhkan dan mengembangkan pola pikir siswa. Ruang ini bisa membuat siswa merasa berdaya.
"Menurut saya guru atau ekosistem sekolah punya ruang yang sangat besar dalam membuat anak punya growth mindset. Bukan berarti kamu A, kamu akan B. Bukan berarti kamu C kamu itu D. Itu membuat aku merasa berdaya," jelasnya lagi.
Ketika ia kehilangan motivasi, Maudy mengaku beruntung memiliki orang-orang terdekat yang bisa memberi dukungan. Sehingga rasa percaya diri dan keinginan untuk belajar kembali tumbuh hingga ia berhasil lulus dari Stanford University.
Guru Kreatif, Tingkatkan Semangat Belajar Siswa
Maudy juga terkenal sebagai seseorang yang sangat suka belajar. Sikap ini bisa tumbuh, salah satunya karena ia memiliki guru yang kreatif.
"Saya ada satu guru yang sangat saya ingat sampai hari ini dan hebat. Saya sangat bersyukur bisa bertemu dengan beliau. Kalau mengajar sangat-sangat kreatif," kenangnya.
Guru yang dimaksud Maudy diketahui mengajar mata pelajaran sejarah. Tugas yang diberikan membuat para siswanya merasa senang untuk belajar.
Contohnya menulis esai dari sudut pandang sebuah tokoh sejarah atau menampilkan sebuah drama yang menggambarkan keadaan perang. Dari banyaknya aktivitas yang ia lalui sebagai artis, metode kreatif yang dimiliki gurunya membuat Maudy tak sabar untuk pergi ke sekolah.
"Karena terciptanya kesempatan untuk punya kemenangan kecil di sekolah. Menurut saya itu sesuatu yang sangat bisa dibantu oleh bapak-Ibu Guru," sambung Maudy.
Maudy mengakui setiap anak punya motivasi yang berbeda-beda untuk membuatnya semangat. Sehingga guru harus kreatif untuk membuat sebuah ruang agar semangatnya untuk belajar bisa dikembangkan.
(det/pal)