ֱ

Nasab Adalah Keturunan, Begini Ketentuannya dalam Islam

Nasab Adalah Keturunan, Begini Ketentuannya dalam Islam

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Kamis, 28 Nov 2024 09:30 WIB
Traditional muslim family parents with children reading Quran and praying together on the sofa before iftar dinner during a ramadan feast at home
Ilustrasi keluarga muslim (Foto: Getty Images/iStockphoto/.shock)
Jakarta -

Nasab adalah istilah yang erat kaitannya dengan keturunan. Dalam Islam, ketentuan nasab sangat diperhatikan karena berhubungan dengan perwalian, pernikahan serta hak waris.

Nasab juga disebutkan dalam ayat suci Al-Qur'an, tepatnya pada surah Al Mu'minun ayat 101,

فَإِذَا نُفِخَ فِى ٱلصُّورِ فَلَآ أَنسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَتَسَآءَلُونَ

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artinya: "Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya."

Apa Itu Nasab?

Menukil dari buku Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam yang ditulis Dr Nurul Irfan, nasab secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu nasaba - yansibu - yansiban. Kata nasab merupakan bentuk tunggal yang bentuk jamaknya bisa nisab atau nusab.

ADVERTISEMENT

Secara sederhana, nasab adalah keturunan atau kerabat atau pertalian keluarga melalui akad nikah perkawinan yang sah. Sementara itu, dijelaskan dalam Al Murod; Makna Penting dalam Fiqih yang disusun Bahrudin Fuad, Nasab adalah hubungan anak dengan ayah dan kakek-kakeknya.

Menurut buku Pendidikan Islam oleh Drs H Achmad Ruslan Afendi dan Dra Farihatun, nasab secara etimologi yaitu keturunan dan kerabat. Jadi, nasab merupakan garis keturunan dari orang tua, anak dan keturunan lainnya.

Ibnu Al-Arabi seperti dikutip dari Al-Qurthubi mengartikan nasab sebagai istilah yang menggambarkan proses bercampurnya antara sperma laki-laki dan ovum seorang wanita atas dasar ketentuan syariat. Jika sudah melakukan dengan cara maksiat, maka bukan merupakan nasab yang benar.

Ketentuan Nasab dari Ibu

Masih dari sumber yang sama, nasab tidak timbul begitu saja tanpa melalui sebab tertentu. Ketetapan nasab seorang anak kepada ibunya dikarenakan kelahiran, baik secara syariat ataupun tidak.

Dalam hal ini, para ulama fikih sepakat bahwa nasab seorang anak diakibatkan hal kehamilan dan adanya sebuah hubungan dengan seorang pria, baik berdasarkan akad nikah yang sah maupun hubungan gelap.

Ketentuan Nasab dari Ayah

Ketentuan nasab dari ayah kandung terjadi melalui tiga cara, yaitu:

1. Pernikahan yang Sah

Pernikahan yang sah disebut juga dengan istilah al-zawaj al-shahih. Para ahli fuqaha sepakat bahwa seorang anak yang lahir dari wanita dalam pernikahan yang sah maka dinasabkan kepada suami wanita tersebut. Ini didasarkan pada hadits Nabi SAW dari Abu Hurairah RA,

"Anak itu dinasabkan kepada yang memiliki tempat tidur (laki-laki yang menikahi ibunya), dan bagi yang melakukan perzinaan (hukuman) batu (rajam)."

2. Pernikahan Fasid

Pernikahan fasid merupakan pernikahan yang dilangsungkan dengan keadaan masih ada kekurangan syarat. Contohnya seperti nikah yang dilakukan tanpa wali.

Meski status nikah fasid jelas tidak sama dengan nikah yang dilaksanakan secara sah, para ulama fiqih sepakat dalam menetapkan nasab yang lahir dalam pernikahan fasid sama dengan penetapan nasab anak dalam pernikahan yang sah.

Namun, para ulama fiqih mengemukakan tiga syarat ditetapkan, yaitu suami memiliki kemampuan menjadikan istri hamil, hubungan badan benar-benar dilakukan oleh kedua pasangan yang bersangkutan dan anak dilahirkan dalam waktu enam bulan atau lebih setelah terjadinya akad nikah fasid.

3. Hubungan Badan secara Syubhat

Terakhir adalah hubungan badan secara syubhat. Maksud syubhat di sini bukanlah zina.

Sebagai contoh, dalam pernikahan di mana seorang mempelai pria tidak melihat mempelai wanitanya. Lalu diantarkanlah seorang wanita ke rumah wanita itu dan dikatakan bahwa wanita tersebut adalah istrinya, kemudian ia melakukan hubungan seksual dengan wanita itu dan ternyata diketahui wanita tersebut bukan istrinya.

Jika wanita itu melahirkan anak setelah enam bulan dari senggama syubhat itu, maka anak tersebut memiliki nasab dengan pria itu. Apabila wanita itu melahirkan kurang dari enam bulan, maka tidak bisa dinasabkan kepada itu, kecuali jika si pria mengakuinya.

Syubhat dalam Islam diartikan sebagai keserupaan, ketidakjelasan, persamaan atau kesamaran. Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) syubhat dimaknai sebagai keragu-raguan atau ketidakjelasan tentang sesuatu yang apakah halal atau haram karena belum ada kejelasan tentang status hukumnya antara halal dan haram atau benar dan salah.




(aeb/lus)

Berita ֱLainnya
detikInet
detikHot
detikFinance
detikTravel
detikFood
Sepakbola
Sepakbola
detikOto
Hide Ads