Kekecewaan dirasakan warga Perumahan Karang Kencana, Kelurahan Karangtengah, Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi. Sebab, belakangan mereka mendapatkan pasokan air yang tak biasanya dari PDAM.
Alih-alih mendapatkan air bersih nan jernih, warga justru mendapatkan air 'tajin'. Airnya berwarna agak putih seperti air tajin alias air bekas cucian beras. Tak hanya itu, airnya berbau kaporit yang cukup menyengat.
Bukan sehari-dua hari, fenomena ini terjadi lebih dari sepekan. Hampir tiap hari, di jam-jam tertentu, misal pukul 10.00 WIB, 17.00 WIB, dan malam hari, air yang datang bikin kecewa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, baunya menyengat dan warnanya tak jernih. Hal ini membuat warga khawatir akan dampaknya di kemudian hari.
"Kalau dampak ke aktivitas belum ada, tapi saya yakin kalau penggunaan kaporit berkepanjangan bisa berdampak pada kesehatan masyarakat. Yang pasti, air ini sudah berubah warna dan bau, itu yang kami khawatirkan," ujar Ahmad Fikri (50) salah satu warga setempat kepada detikJabar, Rabu (12/2/2025).
Meski tidak dikonsumsi langsung, air PDAM tetap digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci beras, mencuci makanan sebelum dikonsumsi, serta membuat kopi. Kondisi ini menimbulkan keresahan, terutama karena warga tetap harus membayar tagihan PDAM meski kualitas air tidak layak.
Menurut warga, kejadian serupa memang pernah terjadi sebelumnya, tetapi dengan intensitas yang lebih rendah, sekitar sebulan sekali. Namun, dalam seminggu terakhir, gangguan ini terjadi hampir setiap hari.
"Kemungkinan airnya kotor sehingga butuh tawas atau kaporit untuk membersihkannya, itu masih bisa dimaklumi. Tapi kalau setiap hari seperti ini, kami khawatir juga," tambahnya.
Sayangnya, warga juga merasa bingung harus melaporkan keluhan ini ke mana. "Apakah harus ke kantor PDAM? Lapor butuh waktu, sementara kami juga punya kesibukan," kata dia.
Dian Sukmagara (47) warga lainnya juga mengeluhkan kondisi serupa. Di rumahnya, kondisi air tidak menentu, terkadang berwarna bening, terkadang berwarna putih susu dan berbau kaporit.
"Kondisinya sama, sudah hampir seminggu lah tapi kadang pas kita mau pakai air itu warnanya beda, nggak bening, kan kalau PDAM biasanya bening. Terpaksa karena kan kita kebutuhan airnya dari situ, minum dari situ, nggak ada sumber lain jadi terpaksa sekeluarga minum air dari situ," kata Dian.
"Saya kira tadinya (sebentar) ah sabar saja, ternyata seminggu lebih masih juga gitu. Tapi mungkin nanti sama warga lain mau laporan ke PDAM. Yang jelas kita sekeluarga pakai itu mandi, cuci, masak dair situ. Ada kekhawatiran tapi gimana lagi," sambungnya.
Dengan lebih dari 150 kepala keluarga yang terdampak, warga berharap PDAM segera meningkatkan kualitas air yang disalurkan ke rumah-rumah mereka.
"Namanya juga PDAM, harusnya kita buka keran bisa langsung minum. Semoga kualitas airnya bisa diperbaiki dan tidak ada lagi penggunaan tawas dan kaporit berlebihan," harap warga.
Respons Perumda Air Minum Tirta Bumi Wibawa
Rupanya, persoalan air berbau kaporit dan warnanya putih itu karena sedang terjadi ganguan. Adapun khusus soal bau kaporit, pihaknya memang menggunakannya di bagian produksi.
Kepala Sub Bagian Produksi Perumda Air Minum Tirta Bumi Wibawa Kota Sukabumi, Marlia menjelaskan untuk menjernihkan air, membunuh bakteri, dan menghilangkan bau tidak sedap pihaknya menggunakan kaporit. Aturan itu pun, kata dia, berdasar pada Permenkes Nomor 2 Tahun 2023.
"Kalau bau kaporit, memang di jaringan itu harus ada sisa klor 0,2 sampai dengan 0,5 ppm untuk mengantisipasi kehadiran bakteriologi bila ada kebocoran di jaringan," kata Marlia.
Terkait kondisi air berwarna putih, kata dia, kondisi tersebut disebabkan tingginya tekanan air. "Tapi kalau sudah ditampung di bak atau ember tekanan akan berkurang, dan air menjadi jernih. Insyallah dua hal tersebut tidak membahayakan tapi akan kami cross check ke lapangan," tutupnya.
(orb/orb)