Momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tanggal 2 Mei, menjadi salah satu penanda sejarah, gigihnya bangsa Indonesia untuk memperjuangkan akses pendidikan.
Ki Hajar Dewantara, menjadi tokoh sentral bangkitnya bidang pendidikan di Indonesia. Tanggal 2 Mei adalah tanggal lahir sang Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.
Terlepas dari hal itu, lalu bagaimana liku perjuangan pendidikan di Tatar Sunda di masa lalu. Khususnya pada periode 1920-an, ketika semangat pendidikan bermunculan di berbagai daerah di Nusantara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merujuk beberapa catatan sejarah, ternyata Tasikmalaya adalah daerah pertama di Jawa Barat dan Banten yang berhasil memiliki sebuah sekolah modern.
Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Pasundan Tasikmalaya, demikian nama sekolah berkurikulum modern pertama yang Didirikan di Tatar Sunda. Sekolah ini berlokasi di Jalan Gunung Sabeulah Kota Tasikmalaya dan diresmikan pada tanggal 18 Juni 1922.
Ini adalah sekolah yang didirikan secara swadaya oleh masyarakat, dan dimotori oleh Bale Pawulangan Pasundan.
Mendirikan sekolah modern secara swadaya, di masa itu jelas sebuah pencapaian besar. Ini menjadi penanda besarnya keinginan warga Tasikmalaya untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya, yang tidak tertampung atau ditolak di sekolah pemerintah kolonial Belanda.
Dalam arsip surat kabar Siliwangi pada 27 Juni dan 4 Juli 1922, dituliskan semangat menggebu warga Tasikmalaya untuk bisa gotong royong membangun sekolah. Mereka tak hanya berwacana, tapi rela mengeluarkan uang. Berikut salah satu petikan dalam pemberitaan di koran Siliwangi tersebut.
"Pikeun urang Tasik anu sakitu ajol-ajolana hayang onderwis teh, wanina lain dina omongan wungkul, tapi wani jeung sokna, nyaeta geus wani hiji murid mayar 100 rupia, asal ngadeg bae sakola, asal abus bae barudakna ka HIS," tulis kabar kabar Siliwangi.
![]() |
"Bagi warga Tasik yang begitu gigihnya ingin pendidikan, keberaniannya tidak hanya sebataa ucapan, tapi berani mengeluarkan, yakni sudah berani membayar satu murid membayar 100 rupiah, asal berdiri sekolah, asal abak-anaknya masuk ke HIS,"
Dari catatan ini jelas, bahwa kesadaran dan kegigihan warga Tasikmalaya untuk bisa mendapatkan akses pendidikan sangat kuat.
Pegiat sejarah dari Soekapura Institute Tasikmalaya, Muhajir Salam menjelaskan sekolah pertama yang Didirikan Pemerintah Kolonial Belanda di Tasikmalaya dibangun pada tahun 1871. Tapi sekolah itu eksklusif, hanya untuk anak orang Eropa dan anak menak/priyayi pribumi.
Merujuk catatan dalam koran Belanda Java Bode, sekolah modern untuk bangsa pribumi di Tasikmalaya pertama kali dibangun Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1871. Namun sekolah itu hanya untuk pribumi kelas satu dan anak-anak kalangan Eropa, kata Muhajir, Jumat (2/5/2025).
Kondisi itu tentu saja membuat anak-anak pribumi kelas jelata, tak bisa mendapatkan akses pendidikan. Sehingga muncullah kepedulian dari para aktivis dan tokoh pergerakan di masa itu.
Salah satunya dilakukan oleh Ahmad Atmadja sebagai Ketua Paguyuban Pasundan pada dekade 20-an. Pada tahun 1920 Ahmad Atmadja mendirikan Bale Pawulangan Pasundan, sebuah organisasi sayap Paguyuban Pasundan, yang diproyeksikan bergerak di bidang pendidikan.
"Bale Pawulangan Pasundan sebelum ada di Bandung itu digagas di Tasik dulu, tahun 20-an," kata Muhajir.
Seperti diketahui Paguyuban Pasundan adalah organisasi pergerakan yang fokus di tiga bidang, yaitu politik, ekonomi dan pendidikan. Organisasi ini dapat dikatakan telah membangun pondasi-pondasi penting.
Dalam konteks pendidikan dia membuat Pasundan Studiefond. Dalam konteks politik dia membuat pondasi untuk pemilihan Raad Kabupaten. Dan dalam konteks ekonomi mereka membuat gerakan-gerakan koperasi.
"Pada tahun 1920-an Bale Pawulangan Pasundan Tasikmalaya, mengawali perjuangannya dengan mendirikan sekolah dasar pribumi yang bernama Volkschool Pasundan," kata Muhajir.
Volkschool Pasundan inilah yang kemudian pada tahun 1922 berkembang menjadi lembaga pendidikan modern HIS Pasundan Tasikmalaya.
"Pada saat yang sama Bale Pawulangan Pasundan juga mendirikan sekolah dasar untuk pelajar perempuan bernama Sakola Kautamaan Istri Pasundan," kata Muhajir.
Pendirian sekolah pun terus didukung oleh Bale Pawulangan Pasundan Tasikmalaya ini.
Pada tahun 1928 Ahmad Atmadja bersama Bale Pawulangan Pasundan mendirikan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Pasundan Tasikmalaya. Ini adalah sekolah setingkat SMP.
Pada tahun 1933 Bale Pawulangan Pasundan mendirikan Kweekschool Pasundan. Ini adalah sekolah pendidikan guru, semacam SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Pada tahun 1936 Bale Pawulangan Pasundan kemudian mendirikan Handelschool yang ditujukan untuk meningkatkan keterampilan rakyat dalam bidang perdagangan.
Langkah gemilang Paguyuban Pasundan Tasikmalaya ini menjadi perhatian cabang serius Paguyuban Pasundan lainnya di Jawa Barat. Daerah lain sepertinya terinspirasi untuk mengikuti jejak kebangkitan pendidikan itu.
Betapa, akses pendidikan kini terbuka bagi anak-anak semua kalangan. Semua punya hak yang sama, karena sekolah-sekolah ini didirikan dan dikelola oleh pribumi.
"Sampai 1936 dunia pendidikan di Tasikmalaya cukup bergairah masyarakat Tasikmalaya sudah membangunkan kesadarannya untuk menyekolahkan anaknya pada pendidikan formal. Tasikmalaya jadi sentra pendidikan di Priangan Timur," kata Muhajir.
Para pelajar yang menimba ilmu di sekolah-sekolah di Tasikmalaya datang dari berbagai daerah. Mereka berasal dari Garut, Ciamis, Sumedang, Cilacap hingga Purwokerto.
"Tasikmalaya ini menjadi sentra pendidikan kedua setelah Bandung di Jawa Barat. Ya levelnya diatas Purwokerto untuk level wilayah Asisten Keresidenan," kata Muhajir.
(sud/sud)