Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra tumbang jika melihat hasil quick count Pilwalkot 2024.. Padahal sejarah mencatat, kandidat dari dua partai tersebut selalu menang di kontestasi sebelumnya.
Berdasarkan hasil hitung cepat Charta Politika, pasangan dari PKS dan Gerindra yakni Haru Suandharu-Dhani Wirianata memperoleh 36,82% suara. Angka itu kalah dibanding pasangan dari Nasdem-PKB yaitu Muhammad Farhan-Erwin dengan 44,31%.
Haru Suandharu sendiri merupakan kader senior PKS yang menjabat sebagai Ketua DPW PKS Jawa Barat. Sementara Dani Wirianata adalah eks sekretaris pribadi Prabowo Subianto yang merupakan Ketua Umum Partai Gerindra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menilik ke belakang, pasangan yang diusung PKS dan Gerindra selalu menang dalam dua kali Pilwalkot Bandung sebelumnya, yakni pada tahun 2013 dan 2018.
Pada 2013, PKS-Gerindra mengusung pasangan Ridwan Kamil dan Oded M. Danial. Pilwalkot Bandung saat itu diikuti 8 pasangan calon. Hasilnya, RK-Oded menang dengan memperoleh 434.130 suara atau 45,24%.
Koalisi PKS-Gerindra berlanjut di Pilwalkot 2018. Kali ini mereka mengusung Oded M. Danial-Yana Mulyana. Dengan 4 pasangan calon, Oded-Yana memperoleh 634.682 suara atau 50,10%.
Mengapa PKS-Gerindra bisa tumbang di Pilwalkot Bandung 2024? Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Muradi menyebut ada ketidakcermatan PKS dan Gerindra dalam memilih figur di kontestasi kali ini.
Selain figur yang dianggap kurang tepat, Muradi menyatakan mesin partai dari PKS belum bekerja maksimal di Pilwalkot Bandung 2024.
"Pertama figur, Pilkada ini figur, partai ini hanya kendaraan saja, walaupun memang ada tiket di situ, PKS tidak bekerja efektif tidak hanya di Jabar, tapi di Jakarta juga sama bahkan Presiden PKS juga kalah," kata Muradi, Jumat (29/11/2024).
"Artinya, buat saya simpel. Mereka tidak efektif kerja menjalankan fungsi kemenangan, tidak efektif konsolidasi, dan juga langkah-langkah untuk mendorong proses kemenangan di kader mereka," sambungnya.
Sementara untuk figur dari Gerindra yakni Dhani Wirianata, menurut Muradi tidak memberikan efek kejut ketika diusung sebagai pendamping Haru Suandharu. Bahkan duet keduanya, kata dia, dianggap tidak pas.
"Publik dalam kondisi normal ini akan lebih memilih yang mereka kenal. Otomatis harus jadi bahan evaluasi, karena posisi dari calon internal ini. Sementara pemilih memilih bukan karena partai politik," tegasnya.
Seharusnya, menurut Muradi, Gerindra lebih menonjolkan kader yang sudah dikenal oleh masyarakat, misalnya Tony Wijaya yang menjabat sebagai Ketua DPD Gerindra Kota Bandung.
"Contoh kader terbaik Gerindra di Bandung siapa? Bukan Dhani, kenapa nggak kader seperti Tony Wijaya. Jadi bukan Dhani yang masih muda, ya walaupun bekas asisten Pak Prabowo," tandasnya.
(bba/orb)