Sungai Juwana atau Sungai Silugonggo di Kabupaten Pati mengering dan membuat nelayan tak bisa melaut. Pj Bupati Pati Sujarwanto Dwiatmoko mengungkap penyebab mengeringnya sungai hingga mengakibatkan pergerakan tanah.
"Kita berupaya untuk menuntaskan permasalahan yang rumahnya robohnya, yang rumahnya rusak karena adanya amblasnya di Desa Purworejo Kecamatan Pati Kota," kata Sujarwanto usai rapat koordinasi pascakejadian tanah gerak di Sungai Juwana di Pendopo Kabupaten Pati, Kamis (12/9/2024).
Sujarwanto mengatakan saat ini Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana tengah membangun Bendung Karet di Sungai Juwana. Termasuk juga membangun tanggul di sepanjang Sungai Juwana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang dari proses itu ada bangunan dia (BBWS) dia yang roboh bergerak, bergerak karena kalkulasinya karena adanya tekanan hidrolik dari air yang ada di sungai," jelasnya.
Menurutnya, kondisi sungai terbilang aman jika masih terdapat genangan air sekitar 60 sentimeter dari permukaan. Namun, kondisi Sungai Juwana atau dikenal dengan Silugonggo kondisinya kering kerontang belakangan ini.
"Nah itu ternyata terjadi kering," ungkapnya.
Lebih lanjut, ada beberapa faktor penyebab mengeringnya Sungai Juwana. Pertama, petani sebenarnya telah sepakat untuk penggunaan air Sungai Juwana untuk pengairan musim tanam ketiga tahun ini. Mereka sepakat untuk mengatur penggunaan air sungai agar tidak kering, namun bisa digunakan untuk pengairan pertanian.
"Nah kemudian supaya jauh hari awal Agustus 2024 sudah ada kesepakatan antara yang di hilir pengin airnya ada sehingga kapal juga bisa ke tambat," jelasnya.
Namun, air laut tak bisa masuk ke sungai karena adanya bendung karet. Sementara air di Sungai Juwana yang tinggal sedikit digunakan untuk mengairi sawah hingga membuat sungai mengering.
"Suatu sisi kalau air digelontorkan ke sana kering dan kurang. Maka dari petani jangan. Telah terjadi kesepakatan sebenarnya, tapi ternyata di situ kering," ujarnya.
Setelah kondisi sungai kering terjadi tekanan hidrolik di pinggir kali tepatnya Desa Purworejo. Akibatnya, penahan tanggul bergeser, dan berdampak pada rumah serta ruko.
"Karena itu kering tekanan hidrolik tidak ada maka dinding penahannya ya bergeser, bergeser itulah yang kemudian menarik sisi darat sehingga kemudian jadi pecah-pecah," ungkap Sujarwanto.
Meski begitu, Sujarwanto tidak mau menyalahkan pihak manapun. Menurutnya kejadian bencana ini disebabkan karena karena manusianya sendiri.
"Saya tidak mau menyalahkan semua ini adalah kejadian. Makanya tidak ada kalimat ganti rugi ganti untunglah, nggak-nggak, ini semua dipahami ini adalah kejadian yang diciptakan bersama," pungkas dia.
(ams/ahr)