·ÉËÙÖ±²¥

8 Gapura Makam Sunan Pandanaran Klaten Tak Semua Bisa Dilewati, Kenapa?

8 Gapura Makam Sunan Pandanaran Klaten Tak Semua Bisa Dilewati, Kenapa?

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Sabtu, 25 Mar 2023 12:08 WIB
Gapura model Candi Bentar atau masa Hindu di makam Sunan Pandanaran, Paseban, Bayat, Klaten, Jumat (24/3/2023).
Gapura model Candi Bentar atau masa Hindu di makam Sunan Pandanaran, Paseban, Bayat, Klaten, Jumat (24/3/2023). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng
Klaten -

Kompleks makam Sunan Pandanaran atau Sunan Bayat di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah memiliki 8 gapura atau gerbang masuk. Namun tak semua gapura bercorak Hindu dan Islam itu bisa dilalui peziarah. Kenapa?

"Secara total gapura ada 8. Yang sudah tidak dilewati ada dua gapura, Gapura Duda dan Pangrantunan," kata petugas perawatan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah X, Ebro Saptono kepada detikJateng, Jumat (24/3/2023) siang.

Menurut Saptono, dua gapura itu tidak dilewati karena kondisinya sudah rapuh termakan usia. Di sisi lain, jumlah peziarah kini semakin banyak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekarang jamaah peziarah banyak sekali. Dulu ziarah hanya saat tertentu, tapi sekarang setiap hari datang dari berbagai kota," ujar Saptono.

Dijelaskan Saptono, dari 8 gapura yang ada, 5 diantaranya masih mengadopsi budaya Hindu. Bentuk gapura itu menyerupai gapura-gapura di masa Hindu terutama masa Kerajaan Majapahit.

ADVERTISEMENT

"Kalau di Jawa Timur seperti di Majapahit, hanya di Jawa Timur batu bata saja, kalau di sini dengan batu putih. Penempelan tidak dengan semen tapi tetes tebu," ungkap Saptono.

Meskipun tidak bisa dilewati lagi, sambung Saptono, Gapura Duda dan Pangrantunan tetap bisa diakses masyarakat. Untuk berfoto, peziarah biasanya masih diizinkan asal berhati-hati.

"Kalau untuk foto-foto masih sering di sini, tidak masalah. Tapi sudah tidak dilewati peziarah karena sudah dibuatkan jalan baru," papar Saptono.

Salah seorang juru kunci makam, Hermawan mengatakan Gapura Duda tidak boleh dilewati karena sudah dialihkan ke jalan baru.

"Gapura Duda tidak dilewati karena dialihkan ke jalan baru. Untuk Pangrantunan dulu untuk lewat tapi karena semakin ramai juga dialihkan," kata Hermawan kepada detikJateng di lokasi.

Hermawan mengatakan, 5 gapura yang masih mengadopsi budaya Hindu yaitu Gapura Segara Muncar, Duda, Pangrantunan, Panemut, dan Pamuncar.

"Gapura Segara Muncar, Duda, Pangrantunan, Panemut dan Pamuncar itu masih mengadopsi budaya Hindu. Kanjeng Sunan Bayat menghargai masyarakat yang beragama Hindu, menjunjung toleransi dan menjaga keharmonisan beragama saat itu,'' terang Hernawan.

Pantauan detikJateng, kondisi Gapura Duda terlihat mulai rusak. Lubang korosi banyak ditemukan di blok batu putih maupun batu batanya.

Demikian juga Gapura Pangrantunan yang terbuat dari batu putih. Permukaan batu tidak rata lagi dan ditemukan warna hitam bekas lumut mengering.

Tentang sosok Sunan Bayat ada di halaman selanjutnya.

Di papan keterangan yang dibuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan dipasang di depan bangsal makam terdapat penjelasan sosok Sunan Bayat. Isi tulisannya:

"Komplek Makam Tembayat berada di sebuah bukit Jabalakat yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah dan berada di ketinggian kurang lebih 860 meter di atas permukaan laut.

Berdasarkan babad dan cerita rakyat, tokoh utama yang dimakamkan di Komplek Makam Tembayat adalah Sunan Tembayat, penyebar agama Islam di daerah Bayat dan sekitarnya. Nama asli beliau adalah Ki Ageng

Pandan Arang, seorang Adipati Semarang yang atas petunjuk Sunan Kalijaga meninggalkan kota Semarang menuju daerah pegunungan bagian selatan dengan tujuan menyiarkan agama lslam.

Sunan Tembayat hidup semasa dengan Sunan Kalijaga, yaitu salah seorang Wali Sanga yang menurut Babad Tanah Jawi termasuk pendiri Masjid Agung Demak. Berdasar sengkalan berupa seekor kura-kura di mihrab Masjid Agung Demak, masjid tersebut didirikan pada tahun 1479.

Sedangkan Sunan Kalijaga hidup semasa dengan Sunan Kudus yang dikenal sebagai pendiri Masjid Menara Kudus pada tahun 1549. Oleh karena itu Kompleks Makam Tembayat dibangun tidak jauh selisihnya dari masa pendirian Masjid Agung Demak dan Masjid Menara Kudus.

Pada Gapura Panemut terdapat prasasti bertuliskan wisaya hanata wisiking ratu yang bernilai tahun 1555 Saka. Pada sisi lain gapura tersebut terdapat tulisan ita 1855 masa 4. Angka tahun 1635 M yaitu masa Mataram Islam di bawah Pemerintahan Sultan Agung.

Babad Nitik Sulitan Agung menerangkan bahwa Sultan Agung memiliki peran yang cukup besar dalam perbaikan kompleks makam, salah satunya pernah memerintahkan untuk memperbaiki makam Sunan Tembayat yang dimulai pada tahun 1620 Masehi...,"



Simak Video "Video: Ini Tampang 3 Pelaku Perampokan Taksi Online di Klaten"


Berita ·ÉËÙÖ±²¥Lainnya
detikTravel
Sepakbola
detikSport
Wolipop
detikFinance
detikFood
detikHealth
detikHot

Hide Ads