Sidang vonis Gregorius Ronald Tannur, anak eks anggota DPR RI F-PKB, Edward Tannur cukup menyita perhatian publik karena dinilai telah mencoreng dunia peradilan di Indonesia. Ronald merupakan terdakwa pembunuhan sadis kekasihnya, Dini Sera Afrianti (29) pada Rabu, 4 Oktober 2023.
Ronald kemudian menjalani sidjang putusan pada Rabu, 24 Juli 2024. Saat itu majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terdiri dari ketua hakim Erintuah Damanik, dan dua hakim anggota Mangapul dan Heru Hanidyo memvonis bebas Ronald.
Putusan ini sempat mengejutkan pengunjung yang hadir di sidang putusan di Ruang Cakra PN Surabaya. Padahal jaksa sebelumnya menuntut Ronald hukuman 12 tahun pidana penjara dan membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp 263,6 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis hakim menilai Ronald tak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki. Baik dalam pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP maupun ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
"Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini diucapkan, memberikan hak-hak terdakwa tentang hak dan martabatnya," kata hakim ketua Damanik membacakan amar putusannya.
Putusan ini pun disambut isak tangis Ronald. Ia lantas beranjak dari kursi pesakitan dan tampak berdiskusi dengan tim penasihat hukumnya. Ronald lalu menyebut vonis yang diterimanya merupakan pembuktian dari Tuhan.
"Tidak apa-apa, yang penting Tuhan yang membuktikan. Nanti saya serahkan pada kuasa hukum saya," kata Ronald saat dikeler petugas ke tahanan usai sidang.
Namun vonis bebas tersebut malah berbuntut pajang. Sorotan dan tekanan publik kemudian lantang diserukan. Sebab dengan berbagai bukti dan fakta persidangan Ronald bisa bebas.
Publik pun curiga ada aroma kongkalikong dan suap terkait putusan bebas tersebut. Hal ini rupanya diendus oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Penyelidikan pun dimulai.
Hasilnya, pada Rabu, 23 Oktober 2024, trio hakim pembebas Ronald ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Kejagung.
Ketiga hakim kemudian dikeler ke Kejati Jatim untuk menjalani pemeriksaan dan ditahan sementara karena diduga menerima suap miliaran rupiah terkait vonis bebas Ronald. Sejumlah barang bukti uang tunai miliaran rupiah juga disita dari hasil penggeledahan.
"Penyidik sudah lama mengikuti sejak adanya putusan pengadilan Ronald Tannur yang kita tahu semua menjadi polemik di masyarakat luas," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar saat itu.
Buntut penangkapan trio hakim PN Surabaya ini, Mahkamah Agung sehari setelahnya memberhentikan hakim Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo. Ketiganya juga terancam dipecat permanen jika terbukti menerima suap dari vonis bebas Ronald.
Sehari sebelum penangkapan trio hakim itu, ternyata Mahkamah Agung (MA) ternyata telah menganulir putusan bebas Ronald. MA selanjutnya menjatuhkan vonis 5 tahun pidana penjara.
Atas dasar ini, Kejati Jatim kemudian mengeksekusi Ronald Tannur di rumahnya di Virginia Regency, Pakuwon City Surabaya pada 27 Oktober 2024. Ronald selanjutnya dijebloskan ke Rutan Kelas 1 Surabaya di Medaeng, Sidoarjo.
Kasus suap vonis bebas Ronald Tannur ini pun terus menggelinding. Tercatat Kejagung kemudian menangkap dan menetapkan sejumlah pihak yang terlibat penyuapan trio hakim PN Surabaya.
Mereka yang ditangkap dan ditetapkan jadi tersangka adalah eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar. Zarof ditangkap karena disinyalir terlibat kasus suap vonis bebas Ronald. Ia ditangkap di Bali pada Kamis (24/10).
Sebelumnya saat penangkapan trio hakim PN Surabaya, pengacara Ronald bernama Lisa Rahmat juga turut ditangkap. Ia juga ditetapkan sebagai tersangka sebagai perantara suap ke ketiga hakim saat perkara Ronald bergulir.
Kemudian pada Senin, 4 November 2024 Meirizka Widjaja, ibu Ronald Tannur juga ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Meirizka dalam kasus ini merupakan penyuap hakim nonaktif PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Kasus ketiga hakim nonaktif PN Surabaya itu kemudian memasuki babak baru. Ketiganya selanjutnya menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada Selasa, 24 Desember 2024. Dalam sidang dakwaan itu, ketiga didakwa menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar.
(abq/iwd)