Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menentukan tarif baru untuk berwisata ke Gunung Bromo. Peningkatan tarif masuk ini berlaku mulai 30 Oktober 2024.
Kepala Balai Besar TNBTS Rudijanta Tjahja Nugraha mengatakan tarif tiket masuk Gunung Bromo diterapkan berbeda untuk wisatawan lokal dan mancanegara. Tiket wisatawan lokal di hari biasa sebesar Rp 54 ribu per orang sedangkan pada hari libur menjadi Rp 79 ribu per orang.
Sedangkan wisatawan mancanegara, tarifnya ditetapkan Rp 255 ribu per ora, berlaku untuk hari kerja dan hari libur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengamat Pariwisata dari Ubaya, Prita Ayu Kusumawadhany menyebutkan ada 2 sisi dampak. Pertama pada kesejahteraan jasa warga lokal yang ada di Bromo akan lebih terasa manfaatnya, kedua pada pengunjung.
"Kenaikan ini mengacu PP Kementerian Lingkungan Hidup, kalau naik harapannya dampak yang dirasakan wisatawan lokal harus kelihtan. Misalnya pembangunan kualitas wisata yang ada di Bromo, pelayanan, kesejahteraan warga lokal menyediakan jasa di Bromo," kata Prita saat dihubungi detikJatim, Minggu (3/11/2024).
Prita mengatakan, kenaikan tarif ini juga berdampak pada perilaku wisatawan Bromo yang harus teredukasi berperan serta menjaga kelestarian gunung. Menurutnya, akhir-akhir ini ada beberapa perilaku wisatawan yang merusak lingkungan Bromo.
"Kalau ada kenaikan kita perlu lihat juga transparansi di sana, sehingga dengan membayar lebih mahal bisa menikmati kualitas lebih tinggi, pembangunan infrastruktur, kesejahteraan warga Bromo," jelasnya.
Baginya wisata harus berkembang, terutama Bromo menjadi salah satu wisatawan unggulan di Jawa Timur dan Indonesia yang dipromosikan ke pelancong mancanegara. Maka perlu ada upgrade wisata dengan membuat Bromo lebih menarik.
"Pemerintah harus komitmen menaikkan tiket masuk, maka ada kualitas. Sudah waktunya bromonnaik kelas," ujarnya.
Tarif tiket masuk Bromo juga dirasa akan berkurang. Namun bila ada konsisten meningkatkan kualitas Bromo dari pemerintah, lamnat laun wisatawan meningkat kembali.
"Jumlah pengunjung bisa berkurang, namun diharapkan ketika bayar tiket lebih mahal otomatis turut serta menjaga perilaku ketika di Bromo. Kalau dampak kenaikan saja saya rasa perilaku wisata tidak langsung menurun, penurunan tidak signifikan, karena wisata seperti Bromo masih jarang. Ada beberapa alternatif masih belum bisa menyamai pesona Bromo," urainya.
"Pertama pasti banyak kontra, tapi penurunan pesat di awal ada tapi tidak lama, penyesuaian. Kalau pemerintah tidak bisa memberi kualitas yang baik di Bromo maka kita harus komplain," tambahnya.
Sementara untuk tarif drone Rp 2 juta per hari, ia melihat dari sisi penggunaan jasa komersil. Di mana Bromo kerap menjadi lokasi pembuatan video komersil, baik untuk preweeding maupun film, dan diharapkan dapat saling menjaga kelestarian Bromo.
"Sehingga pembuatan video komersil, preweeding, film lebih ditekan, bisa bayar lebih mahal agar bisa menjaga, mungkin maksudnya seperti itu. Jadi wisatawan perlu paham. Wisata nasional butuh kelestarian lebih butuh extra dijaga. Awalnya berat, tapi tujuan jangka panjang. Asal pemerintah komitmen memperlihatkan semua naik, taman Bromo lebih hijau lebih menarik, lebih terjaga kualitasnya, lebih asri, lebih subur harus ditunjukkan. Ketika bayar mahal punya rasa senang karena turut menjaga kelestarian," pungkasnya.
(dpe/fat)