Vonis 6,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis di kasus korupsi timah banyak dikritik karena terbilang jauh dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara. Akan tetapi, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman memiliki pandangan berbeda.
"Iya memang putusan sangat jauh dari tuntutan. Saya paham ketika ini mencederai rasa keadilan masyarakat. Tapi saya ingin menjelaskan duduk perkaranya, jadi Rp 300 T itu bukan kerugian keuangan negara tapi kerugian perekonomian negara. Kerugian perekonomian itu terdiri dari banyak jenis bentuk-bentuk kerugian termasuk kerugian lingkungan kerugian pemulihan dan lain-lain itu," kata zaenur saat dihubungi wartawan, Jumat (27/12/2024).
Zaenur menyebut putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan Tipikor Jakarta Pusat sebagai jalan tengah di mana sudah bisa membuktikan adanya kerugian ekonomi. Selain itu, dia menilai uang pengganti yang harus dibayar oleh Harvey terbilang cukup besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ini merupakan satu jalan tengah dan saya lihat keberhasilan kejaksaan itu di dua aspek, pertama aspek membuktikan kerugian perekonomian dan kedua adalah dikabulkannya uang pengganti yang jumlahnya sangat besar Rp 210 miliar," ujarnya.
Dia melihat kasus ini sudah merupakan satu bentuk keberhasilan dari Kejagung. Yaitu melakukan pembuktian adanya kerugian perekonomian dan dikabulkannya jumlah uang pengganti yang sangat besar itu.
"Saya paham bagi masyarakat mungkin ini terasa menggelikan karena masih sangat kecil. Tapi kecil itu dilihat dari kerugian perekonomian, saya lihat besar kalau dilihat dari harta yang diperoleh misalnya oleh Harvey itu," katanya.
Oleh karena itu, Zaenur menyarankan ke depan perlu dirumuskan ulang ihwal kerugian perekonomian negara melalui revisi UU Tipikor. Termasuk definisi kerugian perekonomian serta bagaimana cara menghitung kerugian ekonomi negara.
"Sehingga ke depan ini perlu dirumuskan ulang mengenai kerugian perekonomian negara. Apa yang dimaksud dengan kerugian perekonomian negara, bagaimana cara menghitungnya, siapa yang melakukan penghitungan, bagaimana cara untuk membebankan kepada para pelaku. Itu perlu dirumuskan ke depan melalui perubahan undang-undang tipikor. Tapi dengan undang-undang tipikor yang saat ini berlaku, saya justru melihat kasus ini sudah relatif tinggi vonisnya," pungkas dia.
Dilansir detikNews, Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara di kasus korupsi timah, dan terbilang jauh dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara.
Kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah secara bersama-sama ini menyebabkan kerugian negara Rp 300 triliun. Harvey juga disanksi membayar denda Rp 1 miliar. Jika tak dibayar, maka diganti dengan kurungan 6 bulan.
Harvey juga dihukum membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar. Apabila tidak dibayar, maka harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk mengganti kerugian atau apabila jumlah tidak mencukupi maka diganti hukuman penjara.
"Mengadili, menyatakan Terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melakukan tindak pidana pencucian uang," kata hakim ketua Eko Aryanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (23/12).
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan," sambung hakim.
(ahr/apl)
Komentar Terbanyak
Dipolisikan Jokowi, Roy Suryo: Kami Akan Bongkar Habis Skripsi-Ijazah Palsu
Respons Roy Suryo Dilaporkan Jokowi hingga Relawan
Momen Gatot Nurmantyo Murka ke Hercules: Kau Itu Preman Pakai Pakaian Ormas