Merayakan 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer Bareng Soesilo Toer

Dalam salah satu program tahun ini yang bertajuk Marking 100 Years of Pramoedya: Celebrating the Legacy of a Literary Giant, ngerayain satu abad kelahiran novelis Bumi Manusia tersebut. Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu penulis terbesar Indonesia.
Penyelenggara UWRF pun mendatangkan langsung adik kandung Pram, Soesilo Toer ke Ubud. Pria asal Blora, Jawa Tengah, membawa kenangan dan kisah-kisah yang tidak hanya menggambarkan Pramoedya sebagai penulis besar tetapi juga sebagai saudara dan sosok yang tangguh menghadapi berbagai tantangan hidup.
Seperti yang ditulis oleh Soesilo dalam buku Pram dari Dalam, Pram dalam Buku, Pram dalam Tungku, dan lain-lain.
"Pram menulis bukan untuk mencari hadiah. 4 kali dia menjadi kandidat Nobel, dia mengatakan 'Saya menulis bukan untuk popularitas tapi saya ingin agar bangsa Indonesia itu gemar membaca dan menulis," ungkapnya di ajang UWRF seperti dalam keterangan yang diterima.
Soesilo Toer juga dikenal sebagai novelis. Sejak usia 13 tahun, ia telah menulis. Dia juga sebagai salah satu dari banyaknya tahanan politik di era Orde Baru yang dipenjara tanpa pengadilan.
Setelah akhirnya dilepaskan pada 1978, ia hidup berpindah-pindah dari Jakarta, Bekasi, hingga akhirnya kembali ke kota kelahirannya, Blora.
Di sana, Soesilo yang kini berusia 87 tahun mengelola Perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa (Pataba) sambil mencari penghidupan untuk keluarganya dengan menjual hasil panen dan memulung.
Melalui diskusi ini, Soesilo Toer juga mengingatkan agar generasi muda terus membaca buku dan menuangkan pikirannya dalam tulisan. "Pram bilang bahwa 'Menulis adalah bekerja untuk keabadian'. Apalagi menulis itu biayanya murah, hanya butuh pensil sama kertas. Kapanpun masih bisa dibaca. Abadi." tukasnya.
(tia/dar)