35 Seniman dan Pelaku Kreatif Indonesia Mejeng Karya di Artbook Instaxnesia

Gimana kalau para seniman dan pelaku seni kreatif Tanah Air membuat karya yang berasal dari Instax? Hasilnya, ada dalam buku berjudul Instaxnesia: A Nation of Creative Expression yang diterbitkan oleh Pear Press bersama Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).
Project artbook eksklusif yang dibanderol seharga Rp 280 ribu itu memuat perjalanan 35 pelaku seni yang memajang karyanya dalam potret instax. Senior Graphic Designer Pear Press, Aver Supriyanto cerita kalau konsep artbook ini menampilkan dan memajang cara kreatif para seniman menggunakan Instax.
"Fotografi adalah medium mereka berkarya. Di artbook ini, kita bisa melihat beragam Instax dari yang Potrait, Square, dan tentunya nama-nama kolaborator ini sudah terkenal di Indonesia. Mereka menggunakan Instax dengan cara yang inovatif dan kreatif," terangnya saat peluncuran artbook Instaxnesia di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat pada Kamis (17/4/2025).
Menurutnya, karya seni yang ada di buku jadi sisi lain dari para seniman. "Ada yang berupa karya seni instalasi, dokumentasi, ada yang juga merespons Instax itu sendiri," terangnya.
Buku yang telah terbit sejak 19 Maret lalu sudah tersedia di berbagai toko buku Tanah Air. Setebal lebih dari 200 halaman, bukunya memikat pencinta seni dengan warna pink dan biru.
Para seniman yang diajak kolaborasi dibagi menjadi empat kategori yakni pekerja visual diwakili oleh Wastana Haikal, Karin Josephine, Hana Madness, dan lainnya. Kategori karangan dan pertunjukan diwakili oleh Lala Bohang, Miyu, dan Gina S. Noer. Di kategori bidang Bebunyian dan Musik, buku ini menghadirkan kontribusi dari Ifa Fachir, Suneater, Laze, dan sejumlah musisi lainnya.
Kategori terakhir adalah Platform dan Kolektif, terdapat nama-nama seperti TacTic Plastic, Grafis Nusantara, Special Hub Indo, serta berbagai kolektif kreatif lainnya yang turut meramaikan isi buku ini.
Suara Para Pelaku Seni
Seniman visual dan pegiat mental health, Hana Madness, yang juga jadi kolaborator cerita ketika tawaran dari FUJIFILM itu datang di tahun 2023, Instax jadi medium yang disampaikannya.
"Aku memasukkan berbagai hal keresahan yang ada di diri aku, pakai material kardus yang ada ciri khas karakter aku Joy Faces. Ikan terbang-terbang ini selalu pop-up di kepalaku. Sebelum punya trademark ini, awalnya dari lukisan aku yang tetesan air mata namun sekarang digambarkan secara warna-warni," katanya.
"Orang yang mati dari kesedihan bertransformasi lebih colourful untuk saat ini. Aku bawa ini ke dalam karyaku yang dari kardus. Ketika sudah basah, hancur, bisa didaur ulang sampai akhirnya aku menyisipkan joy of faces, karakter yang punya meaning banget buat aku sebagai manusia," terang Hana Madness.
Beda dengan seniman visual Karin Josephine yang mendokumentasikan berkaitan dengan jurnalnya.
"Dalam aku berkarya, jurnal selalu berperan penting. Suara-suara yang menghalangi dan ada hambatan itu aku tuliskan. Sejak 2018, ini penerimaan sudah jauh sebelumnya ya. Keadaan aku menimbulkan pergulatan mental, disitulah aku menemukan keseimbangan antara Instax dan jurnal yang aku geluti," tukas Karin.
(tia/dar)