·ÉËÙÖ±²¥

Biar Tau Kalian, Ini yang Bikin Harga Cabai di Medan Mahal Kali

Biar Tau Kalian, Ini yang Bikin Harga Cabai di Medan Mahal Kali

Nizar Aldi - detikSumut
Senin, 13 Jun 2022 19:03 WIB
Suasana di Pasar Tradisional Cileungsi, Kanupaten Bogor, Jumat (15/04/2022).
Ilustrasi suasana di pasar tradisional. Foto: Rengga Sancaya
Medan -

Harga cabai di Medan secara konsisten terus mengalami peningkatan harga. Masyarakat mulai mengeluh, karena buah yang sering disebut cabe oleh masyarakat Medan ini merupakan salah satu barang agro penting untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

Lantas apa saja yang menyebabkan harga cabe meroket di sejumlah pasar di Medan, berikut penjelasan ahli ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara (Sumut) Benjamin Gunawan mengatakan pemicu hal tersebut dipengaruhi oleh harga cabai di Pulau Jawa.

"Faktor pemicu kenaikan harga cabai di wilayah Sumut tidak terlepas dari kenaikan harga cabai di wilayah jawa yang sudah terlebih dahulu menembus angka Rp 100 ribu per kilogram," kata Benjamin kepada detikSumut, Senin (13/6/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akibatnya, para agen dan pedagang besar berlomba-lomba membeli cabai merah ke banyak wilayah. Sehingga harga cabai di daerah ikut naik. Dampaknya produsen atau petani memilih untuk menjual produk pertaniannya pada pembeli tertinggi.

"Sehingga para agen atau pedagang besar berlomba lomba untuk membeli cabai merah dari banyak wilayah. Alhasil harga cabai di banyak wilayah terkerek naik mengikuti harga cabai di pulau jawa," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Yang paling terkena dampak imbas dari kenaikan harga ini menurutnya adalah masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan. Khususnya daerah Medan, Deli Serdang, Binjai dan Langkat.

"Kenaikan harga cabai merah tersebut kian membenamkan daya beli masyarakat, yang paling parah masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang tinggal di wilayah perkotaan," ucapnya.

Lebih lanjut dia membeberkan beberapa temuan di lapangan terkait besaran pengeluaran yang dibutuhkan satu keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

"Dari hasil kajian saya di lapangan, masyarakat menengah kebawah dengan 4 orang anggota keluarga membutuhkan 1 Kg cabai untuk memenuhi kebutuhan selama dua pekan. Kalau sebulan sekitar 2 Kg, dan rata rata harga cabai dibulan Mei adalah 31 ribuan per kg (sampel wilayah SUMUT), maka ada potensi tambahan pengeluaran sekitar 140 ribu per bulan hanya untuk cabai saja," bebernya.

"Ditambah lagi kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya, dengan kenaikan harga tersebut, kebutuhan pengeluaran masyarakat menengah kebawah itu naik setidaknya 10 ribu per Harinya. Ada pengeluaran tambahan seitar 300 ribu per bulan. Ditengah kondisi ekonomi yang serba sulit dihantam pandemi, bukan perkara gampang untuk mendapatkan 300 ribu itu," sambungnya.

Kenaikan harga kebutuhan pokok tersebut menurutnya, tidak boleh diabaikan atau disepelekan begitu saja. Banyak masyarakat yang masuk ke dalam garis kemiskinan dan terjebak di dalam kemiskinan ekstrim.

"Jika garis kemiskinan Indonesia ditetapkan Rp. 486.168 per kapita per bulan dan jika satu keluarga menengah ke bawah beranggotakan 4 orang memiliki penghasilan 2 juta per bulan. Maka sekitar 1.5 juta sudah habis untuk lauk pauk saja. Jadi garis kemiskinan yang ditetapkan BPS (September 2021) jelas sudah tidak relevan lagi. Banyak masyarakat yang masuk dalam garis kemiskinan dan terjebak dalam kemiskinan ekstrim," sebutnya.

Sehingga dia berharap, pemerintah memprioritaskan penyelamatan masyarakat tersebut. Disisi lain dia juga meminta kepada masyarakat untuk punya skala prioritas dalam pengeluaran.

"Pemerintah harus memprioritaskan penyelamatan masyarakat yang masuk dalam kemiskinan ekstrim tersebut. Dan masyarakat harus punya skala prioritas pengeluaran. Pengeluaran untuk Pulsa, BBM, Listrik harus ditekan (dihemat) lagi. Dan kalau bisa pengeluaran untuk rokok ditiadakan," tutupnya.




(bpa/bpa)

Berita ·ÉËÙÖ±²¥Lainnya
detikFood
detikNews
detikFinance
detikHealth
detikHot
Sepakbola
detikInet
Wolipop

Hide Ads