·ÉËÙÖ±²¥

600 Ekor Babi Mati Mendadak di Desa Bila, Distan Sulit Cari Tahu Penyebabnya

Buleleng

600 Ekor Babi Mati Mendadak di Desa Bila, Distan Sulit Cari Tahu Penyebabnya

Made Wijaya Kusuma - detikBali
Kamis, 04 Mei 2023 22:02 WIB
Distan Buleleng kesulitan mencari tahu penyebab kematian mendadak babi di Desa Bila, sebab bangkainya sudah dikremasi dan dikubur.
Distan Buleleng kesulitan mencari tahu penyebab kematian mendadak babi di Desa Bila, sebab bangkainya sudah dikremasi dan dikubur. (Made Wijaya Kusuma/detikBali).
Buleleng -

Dinas Pertanian (Distan) Buleleng kesulitan mencari tahu penyebab kematian mendadak ternak babi di Desa Bila, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali.

Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Distan Buleleng I Made Suparma mengungkap terjun langsung ke lapangan begitu mendapatkan informasi ribuan ternak babi mati di Desa Bila pada Rabu (3/5/2023).

Dari hasil penelusurannya, sekitar 500-600 ekor ternak babi mati milik PT Anugerah Bersama Sukses (ABS). Kematiannya terjadi pada periode Maret-April 2023. "Kami ke sana sudah tidak ada babi," ujarnya, Kamis (4/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perusahaan terkait, sambung dia, juga tidak melaporkan ratusan ternak babi yang mati tersebut. Sementara, bangkai babi yang mati sudah dikubur. Distan pun kesulitan mengambil sampel karena bangkai babi diperkirakan sudah rusak.

"Sebelumnya tidak ada informasi. Babi masuk ke sana kami tidak tahu. Ada kematian pun tidak diinformasikan. Jumlah babinya di sana pun kami tidak tahu. Tidak tercatat juga," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Kendati tidak bisa mengambil sampel bangkai babi yang mati, Suparma akan mengambil sampel darah babi yang terjangkit yang masih bertahan hidup. Setelah itu sampel akan dibawa ke Balai Veteriner (BVet) Denpasar untuk diteliti.

Jika hasilnya sudah keluar, baru lah Distan akan mengambil keputusan untuk menyetop aktivitas peternakan atau bisa dilanjutkan. "Kami akan bersurat ke BVet Denpasar agar bisa menurunkan tim mengecek penyebab kematian ratusan babi tersebut," terang dia.

Sementara itu, Kepala Pelaksana PT ABS Made Suyasa menyebut dari 1.600 ekor babi yang dipelihara perusahaan, yang mati hanya sekitar 400 ekor babi. Kematian terjadi tidak seketika melainkan secara bertahap.

Di mana 250 ekor babi di antaranya mati secara normal dari periode Januari hingga Februari 2023. Disusul dengan 150 ekor babi yang mati sepanjang Maret 2023.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dokter hewan perusahaan, penyebab kematian babi pada Maret karena penyakit kolera babi atau Hog Cholera (HC).

Babi yang menderita kolera itu sebelumnya ditempatkan di ruang isolasi, dan dimonitoring langsung oleh dokter hewan perusahaan, supaya tidak menularkan ke ternak babi yang sehat.

"Setelah koordinasi dengan dokter. Kematian babi kami yang terakhir itu (Maret) karena HC (Hog Colera) dan cuaca bukan ASF," imbuhnya.

"HC gejalanya kulit dan bulu babi kekuningan. Kalau ASF kan bintik-bintik, kemudian keluar darah dari lubang hidung dan mulutnya. Nah ini tidak (ditemukan) dan kandang dibedakan. Sisanya itu mati secara normal bertahap dari Januari-Maret. Memang, mati secara normal," lanjut Suyasa.

Babi yang mati, sambung dia, dikremasi. Hal itu sesuai dengan prosedur dari Distan. Tujuannya, untuk mematikan virus yang ada di bangkai babi. "Dari petunjuk Dinas Peternakan harus dibakar, untuk mematikan virus (di babi)," katanya.

Sisa babi yang masih hidup kemudian dijual oleh perusahaan, pada akhir Maret 2023. Sebelum dijual babi terlebih dahulu diperiksa kesehatannya. Menurutnya, seluruh babi yang dijual dalam keadaan sehat, dan aman dari virus.

Ia enggan membeberkan nominal kerugian yang ditimbulkan akibat kejadian ini. Namun, kejadian babi mati dalam jumlah banyak juga pernah terjadi pada 2019 silam.

"Untuk antisipasi kami sudah sesuai prosedur, baik pengobatan, sanitasi, dan SOP lainnya sudah mengikuti. Mana ada perusahaan yang ingin merugi? Namun, namanya penyakit kami tidak bisa prediksi," tutur dia.

Suyasa juga membantah informasi mengenai jumlah babi yang mati mencapai 1.300 ekor. "Yang disebut 1.300 ekor (yang mati) itu mungkin satu desa. Bukan di kandang kami saja, mungkin di peternak tradisional juga. Takutnya ini jadi preseden buruk untuk peternak di bawah," pungkasnya.




(BIR/BIR)

Berita ·ÉËÙÖ±²¥Lainnya
detikInet
Sepakbola
detikFood
Wolipop
detikOto
detikTravel
detikFinance
detikHealth
Hide Ads