Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali mengungkapkan olahan daging penyu masih dijual secara sembunyi-sembunyi di sejumlah warung. Menu seperti sate dan lawar penyu hanya tersedia berdasarkan suplai satwa tersebut.
Meski telah mengidentifikasi pemasok, pemesan, serta warung yang menyediakan menu spesial itu, BKSDA mengaku kesulitan dalam pembuktian.
"Mereka sembunyi-sembunyi menjual olahan daging penyu ini, tidak mungkin di dalam menu mereka menuliskan olahan daging penyu. Menu seperti lawar penyu tidak tercantum di menu," ujar Kepala BKSDA Bali Ratna Hendratmoko saat ditemui detikBali usai pelepasliaran penyu hijau di Pantai Perancak, Kecamatan Jembrana, Selasa (18/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, olahan daging penyu bersifat musiman dan hanya tersedia sesuai dengan suplai. BKSDA telah mengidentifikasi sejumlah warung yang menjualnya, tetapi sulit mengungkap pemesan karena pasarnya tertutup.
"Kita terus mengidentifikasi dan saat kita dalami memang menu itu tidak selalu ada dan itu spesial. Warung-warung sudah kita ketahui. Susah mengungkap pemesan karena market tertutup," ujarnya.
Suplai dari Jawa dan Modus Perdagangan
Hendratmoko mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan, suplai penyu untuk konsumsi berasal dari Pulau Jawa. Hal ini terungkap dalam kasus yang ditangani Polres Buleleng dan Jembrana. Modus yang digunakan adalah dengan meletakkan penyu di pantai, lalu diambil oleh oknum penyalur sebelum dikirim ke pemesan.
"Suplai (penyu) dari Jawa berdasarkan pengungkapan hasil kasus sebelumnya. Penyu itu ditaruh di pantai dan ada orang mengambil. Kendala saat ini itu di pembuktian dan memang market tertutup," katanya.
Hendratmoko pun mengajak masyarakat untuk berhenti mengonsumsi daging penyu guna melindungi satwa yang dilindungi ini.
"Makanan yang lebih enak dari itu (penyu) kan banyak. Ayo kita jaga satwa yang dilindungi ini dari kepunahan. Stop mengonsumsi olahan daging penyu," imbuhnya.
(dpw/dpw)