Hari Ibu adalah momen istimewa yang selalu membawa kehangatan, di mana cinta dan penghargaan kepada sosok ibu dituangkan dalam berbagai cara. Salah satu yang paling menyentuh adalah melalui untaian puisi.
Puisi adalah medium istimewa yang mampu menggambarkan emosi dan kasih sayang dalam cara yang tak tergantikan. Tak hanya pada Hari Ibu atau Mother's Day yang dirayakan secara internasional setiap Minggu kedua di bulan Mei, puisi pendek tentang ibu juga bisa menjadi hadiah sederhana namun bermakna di hari-hari biasa. Kata-kata ini mampu menjadi pelipur lara, ungkapan cinta, atau sekadar pengingat bahwa ibu selalu ada di hati kita.
Di Indonesia, Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember memiliki sejarah yang erat dengan Kongres Perempuan Indonesia Pertama tahun 1928 di Yogyakarta, simbol perjuangan kaum perempuan untuk kesetaraan. Meski berbeda tanggal dengan Mother's Day, kedua momen ini menyatukan semangat yang sama, yakni penghargaan untuk perempuan yang telah memberikan begitu banyak dalam kehidupan kita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, puisi untuk ibu tidak selalu memerlukan momen khusus. Kasih sayang kepada ibu adalah hal yang bisa diungkapkan kapan saja. Melalui puisi, kita bisa menyampaikan rasa syukur dan cinta kepada ibu tercinta dalam cara yang begitu mendalam dan penuh makna.
Sebagai inspirasi, dalam artikel ini detikJabar telah menghimpun 50 kumpulan puisi dari berbagai sumber yang dirangkai penuh makna, untuk membantu detikers dalam menyampaikan rasa cinta terdalam kepada ibu tercinta.
Puisi tentang Ibu #1
Pengorbanan Ibu
Dikutip dari buku Kumpulan Puisi Memuja Rasa.
Sembilan bulan dalam kandungan
Ibu tersiksa siang dan malam
Semanjak itu dia menjaga
Semanjak itu dia berdoa
Nasibmu, oh Ibu...
Setiap seekor serumuk pun,
Tidak bisa menggigit
Si anak kecil itu
Oh... Ibu...
Kaulah seorang yang kucintai
Kaulah seorang yang kusayangi
Walaupun seluas Samudra
Aku tak bisa membalas budimu
Puisi tentang Ibu #2
Bunda Cahayaku
Dikutip dari buku Sang Nuansa Samudera Raya.
Dialah cahaya
Tak akan ada sinar bulan
Jika tak ada bintang
Tak akan ada insan
Jika tak ada pengorbanan
Kala itu seorang wanita menderita
Menahan sakit tiada tara
Teriakannya mengguncang nusantara
Dia mengerang dengan bangganya
Demi buah hati yang tercinta
Kau genggam tangan kecilku
Menuntunku dalam cahayamu
Kau menyebut namaku
Dalam setiap doa-doamu
Untuk kebahagiaan dalam hidupku
Kau korbankan nyawamu
Demi insan di perutmu
Dia adalah ibuku
Dia adalah duniaku
Dialah cahayaku
Puisi tentang Ibu #3
Pahlawan Pertama
Karya: Faakihudin Akhmad
Deraian berevolusi mengajarkan butiran arsih
Membentuk populasi mengundang cerita bersih
Melambung cerita indung fantasi bersimpuh sedih
Inspirasi termaktub insolven kuat bertanding gigih
Konstruktif membangun ufuk suar tiada berlebih
Memakan lahap suka duka habis tiada serpih
Ladang cinta kasih berbentuk madrasah tanpa berpilih
Naim membimbing relung pancur harap tidak pamrih
Nasehat elok bertentangan harapan bersorak sampai berbuih
Relevansi kuat menyambung sendi pamor alot terlatih
Pancang akhlak tanamkan anak lumur berjerih
Panduan dunia ibu melodramatis, biarkan ia tidak bersedih
Puisi tentang Ibu #4
Ibu
Karya: Khalil Gibran
Ibu adalah segalanya, dialah penghibur di dalam kesedihan
Pemberi harapan di dalam penderitaan, dan pemberi kekuatan di dalam kelemahan
Dialah sumber cinta, belas kasihan, simpati dan pengampunan
Manusia yang kehilangan ibunya berarti kehilangan jiwa sejati, yang memberi berkat dan menjaganya tanpa henti
Segala sesuatu di alam ini melukiskan tentang sosok Ibu
Matahari adalah Ibu dari planet bumi, yang memberikan makanannya dengan pancaran panasnya
Matahari tak pernah meninggalkan alam semesta pada malam hari, sampai matahari meminta bumi untuk tidur sejenak
Di dalam nyanyian lautan dan siulan burung-burung dan anak-anak sungai
Dan bumi adalah Ibu dari pepohonan dan bunga-bungaan menjadi Ibu yang baik, bagi buah-buahan dan biji-bijian
Ibu sebagai pembentuk dasar dari seluruh kewujudan dan adalah roh kekal, penuh dengan keindahan dan cinta
Selamat Hari Ibu
Puisi tentang Ibu #5
Malaikat Tak Bersayap
Karya: Angelia Arum Arizana
Bidasan dirgantara menodong sebuah mata tua
Menaruh aksentuasi pada Wanita yang memarut muka
Turut larat membeliak dedikasi kepada putra putrinya
Memeras keringat dan senantiasa mengurut dada
Sudah serasa bahara yang teramat biasa bagi dirinya
Durjana dunia telah menyulih resistansi raga
Menguruk cua menjadi kentara derana
yang menyatukan kalbu
Melegar profesi menyerak sang pembela barga
Tanpa basa basi mencerap sumbu menggebu-gebu
Dia laksana pelita pada ketaksaan jiwa
Senandungnya abadi merajai hari gembira
Sosoknya mampu memberus sorotan seluruh pemirsa
Tertawan segala kiprah yang kejat berjibaku
Malaikat tak bersayap, ku panggil ia dengan sebutan ibu
Puisi tentang Ibu #6
Pernah Aku Ditegur
Karya: Chairil Anwar
Pernah aku ditegur
Katanya untuk kebaikan
Pernah aku dimarah
Katanya membaiki kelemahan
Pernah aku diminta membantu
Katanya supaya aku pandai
Ibu.....
Pernah aku merajuk
Katanya aku manja
Pernah aku melawan
Katanya aku degil
Pernah aku menangis
Katanya aku lemah
Ibu.....
Setiap kali aku tersilap
Dia hukum aku dengan nasihat
Setiap kali aku kecewa
Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat
Setiap kali aku dalam kesakitan
Dia ubati dengan penawar dan semangat
Dan Bila aku mencapai kejayaan
Dia kata bersyukurlah pada Tuhan
Namun.....
Tidak pernah aku lihat air mata dukamu
Mengalir di pipimu
Begitu kuatnya dirimu....
Ibu....
Aku sayang padamu.....Tuhanku....Aku bermohon padaMu
Sejahterakanlah dia
Selamanya.....
Puisi tentang Ibu #7
Sajak Ibunda
Karya: WS. Rendra
Mengenangkan ibu adalah mengenangkan buah-buahan
Istri adalah makanan utama, pacar adalah lauk-pauk, namun Ibu adalah pelengkap sempurna
kenduri besar kehidupan
Wajahnya adalah langit senja kala.
Keagungan hari yang telah merampungkan tugasnya.
Suaranya menjadi gema dari bisikan hati nuraniku.
Mengingat ibu, aku melihat janji baik kehidupan.
Mendengar suara ibu, aku percaya akan kebaikan manusia.
Melihat foto ibu, aku mewarisi naluri kejadian alam semesta.
Berbicara dengan kamu, saudara-saudaraku, aku pun ingat kamu juga punya ibu.
Aku jabat tanganmu, aku peluk kamu di dalam persahabatan.
Puisi tentang Ibu #8
Cinta Ibu
Karya: KH A Mustofa Bisri
Seorang ibu mendekap anaknya
Yang durhaka saat sekarat
Air matanya menetes-netes di wajah
Yang gelap dan pucat
Anaknya yang sejak di rahim diharap
Harapkan menjadi cahaya
Setidaknya dalam dirinya
dan berkata anakku jangan risaukan dosa-
Dosamu kepadaku sebutlah namaNya, sebutlah namaNya.
Dari mulut si anak yang gelepotan lumpur
dan darah
Terdengar desis mirip upaya sia-sia
Sebelum semuanya terpaku kaku
Puisi tentang Ibu #9
Setetes Air Mata
Karya: Hanim Fatmawati Madiun
Setetes air mata seorang ibu
Gejolak hati yang seakan akan ingin menjerit
Air mata terus mengalir
Membasahi kedua pipinya
Yang sangat lembut
Di malam yang sunyi gelap gurita
Kedinginan yang berada di tubuhnya
Hati yang terluka terhanyut dalam kesedihan
Seorang ibu terus Meneteskan air mata
Dan ia mulai bertanya
Kepada seorang anak
Ia mulai mengucapkan
Kata-kata dengan lisan
Mulutnya seakan akan ingin marah
Penderitaan yang dirasakan
Ia mulai berbaring
Dan meneteskan air mata
Apa yang ia rasakan
Dan mulai merenung dan diam
Tanpa kata-kata
Puisi tentang Ibu #10
Ketika Ibu Pergi
Karya: Handry TM
Ketika ibu pergi, seisi rumah sepi
Kami bertemu di ruang tamu, di dapur,
Di kamar tidur, di ruang aku belajar
Selalu ibu bertanya tentang apa
Yang kudapat hari ini
Ibu adalah teman di mana kami
Saling berbagi, saling memberi
Kami adalah anak-anak yang lahir
Oleh waktu yang keliru
Kadang ibu sering bertanya tentang
Siapa yang kelak terlebih dahulu
Meninggalkan rumah ini:
Ayah terlebih dahulu, ibu kemudian
Ataukah anak-anaknya ?
Hanya air mata yang menetes setiap
Mengingat pertanyaan itu
Membayangkan orang tua pergi
Satu persatu
Tapi tidak berarti seperti itu
Tuhan pun boleh saja memanggil
Kami, anak-anak yang belum lama
Tinggal di dunia untuk menghadap-Nya
Dan kini, ketika ibu pergi
Rumah ini memberi pelajaran besar
Tentang arti kehilangan tadi
Ibu, lekaslah pulang
Aku ingin memelukmu
Puisi tentang Ibu #11
Lembut, Sayup, Tua Renta
Karya: Endah Megawati
Kala mata terbuka
Kala hati menitikkan air mata
Kala dunia menghujat dan menghina
Tapi kau akan selalu datang membela
Tak jarang pula aku menyuruhmu tanpa rasa malu
Menambah beban mu yang gak sedikitpun aku bantu
Membentak mu dengan mimik kesal ku
Hanya karena sepasang baju yang belum sempat dilipat untuk sekolahku
Apa harus dengan kehilangan mu aku akan tersadar?
Apa harus dengan membiarkanmu tergeletak di lantai aku akan mengerti?
Apa harus dengan melihat mu tak lagi di sisi aku akan berubah?
Aku tak sanggup lagi, walau hanya menghayal sendiri
Puisi tentang Ibu #12
Jendela
Karya: Joko Pinurbo
Di jendela tercinta ia duduk-duduk
bersama anaknya yang sedang beranjak dewasa.
Mereka ayun-ayunkan kaki, berbincang, bernyanyi
dan setiap mereka ayunkan kaki
tubuh kenangan serasa bergoyang ke kanan dan kiri.
Mereka memandang takjub ke seberang,
melihat bulan menggelinding di gigir tebing,
meluncur ke jeram sungai yang dalam, byuuurrr....
Sesaat mereka membisu.
Gigil malam mencengkeram bahu.
"Rasanya pernah kudengar suara byuuurrr
dalam tidurmu yang pasrah, Bu."
"Pasti hatimulah yang tercebur ke jeram hatiku,"
timpal si ibu sembari memungut sehelai angin
yang terselip di leher baju.
Di rumah itu mereka tinggal berdua.
Bertiga dengan waktu. Berempat dengan buku.
Berlima dengan televisi. Bersendiri dengan puisi.
"Suatu hari aku dan Ibu pasti tak bisa bersama."
"Tapi kita tak akan pernah berpisah, bukan?
Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma."
Selepas tengah malam mereka pulang ke ranjang
dan membiarkan jendela tetap terbuka.
Siapa tahu bulan akan melompat ke dalam,
menerangi tidur mereka yang bersahaja
seperti doa yang tak banyak meminta.
Puisi tentang Ibu #13
Bait Sajak untuk Ibu
Karya: Kusnan
Tetes-tetes darah, keringat, dan air matamu
Cukup sudah menorehkan
Prasasti-prasasti indah di hidupku
Menggenapi di setiap celah ruang dan waktu
Gumam doa tulus nan sederhanamu
Jua, keriput di kening untuk menata asa
Demi anak-anakmu
Telah menjadi saksi
Pada hamparan permadani indah beranda surga
Akhirnya
Maafkan bila belum sempurna baktiku padamu
Saat renta usia menjemputmu... ibu, maafkan kami anak-anakmu
Selamat jalan ibu
Merengkuh jalan panjang menuju haribaan-Nya
Tuhan semesta jagad raya
Yakinlah suatu saat bersama takdir, nanti
Kita akan tersenyum bersama semerbak harum surga
Amin
Puisi tentang Ibu #14
Cinta Seorang Ibu
Karya: Helen Steiner
Cinta seorang Ibu adalah sesuatu yang berarti
yang tidak ada yang bisa menjelaskan
Cinta seorang Ibu terbuat dari pengabdian yang mendalam
dan pengorbanan dari rasa sakit,
Cinta seorang Ibu tidak ada habisnya dan tidak egois
dan bertahan apa pun yang terjadi,
Karena tidak ada yang bisa menghancurkannya
atau mengambil cinta itu pergi,
Cinta seorang Ibu sabar dan pemaaf
ketika semua orang lain meninggalkan,
Dan cinta seorang Ibu tidak pernah gagal atau terputus-putus
meski hati sedang patah,
Dan cinta seorang Ibu bersinar dengan segala keindahannya
dari permata yang paling langka dan paling cemerlang,
Ini jauh melampaui definisi,
Cinta seorang Ibu menentang semua penjelasan,
Dan itu masih menjadi rahasia
seperti misteri penciptaan,
Banyak keajaiban yang luar biasa
manusia tidak bisa mengerti
Dan bukti menakjubkan lainnya
dari tangan penuntun Tuhan yang lembut.
Puisi tentang Ibu #15
Ibu Malaikatku
Karya: Mosdalifah
Ibu...
Disini kutulis cerita tentangmu
Nafas yang tak pernah terjerat dusta
Tekad yang tak koyak oleh masa
Seberapapun sakitnya kau tetap penuh
Ibu...
Tanpa lelah kau layani kami
Dengan segenap rasa bangga dihati
Tak terbesit sejenak pikirkan lelahmu
Kau terus berjalan diantara duri-duri
Ibu...
Tak pernah kuharap kau cepat tua dan renta
Tak pernah ku ingin kau lelah dalam usia
Selalu kuharapkan kau terus bersamaku
Dengan cinta berikan petuahmu
Ibu..
Kau lah malaikatku
Penyembuh luka dalam kepedihan
Penghapus dahaga akan kasih sayang
Sampai kapanpun itu..
Aku akan tetap mencintaimu..
Ibu, malaikatku.
Puisi tentang Ibu #16
Kesunyian Ibu
Karya: Denza Perdana
Ibu
Dahinya adalah jejak sujud yang panjang
Perjalanan waktu membekas di pelupuk matanya
Derai air mata di pipinya telah mengering
Tanpa sisa, tanpa ada yang menduga
Ia memilih jalan sunyi untuk bertanya
Hiruk pikuk untuk tersenyum di beranda derita
Menjerit saat lelap berkuasa
Berdoa bukan untuk dirinya
Puisi tentang Ibu #17
Catatan Terima Kasih
Karya Lang Leav
Kamu telah memberitahuku
Semua hal
Aku perlu mendengar
Sebelum aku tahu,
Aku perlu mendengar mereka
Agar tidak takut dari semua hal
Aku pernah takut,
Sebelum aku tahu
Aku seharusnya tidak takut pada mereka
Puisi tentang Ibu #18
Surau-surau yang Kubangun, Ibu
Karya: Hafney Maulana
Surau-surau yang kau bangun Ibu
Mengalir bersama darah dari sungging
Senyum bahagiamu
Dari tempat itu, ku kayuh bidukku
Memburu zikir tahmid dan tahlil
Ibu, sebatang alif yang kau suapkan dulu
Ibu, azan dalam suraumu
Jadi tongkat penepis ombak yang menjilat jejak
Jadi palu pemecah matahari yang membakar hari
Ibu, di surau-suraumu
Aku mengutip-ngutip waktu
Puisi tentang Ibu #19
Surat untuk Ibu
Karya: Joko Pinurbo
Akhir tahun ini saya tak bisa pulang, Bu.
Saya lagi sibuk demo memperjuangkan nasib saya
yang keliru. Nantilah, jika pekerjaan demo
sudah kelar, saya sempatkan pulang sebentar.
Oh ya, Ibu masih ingat Bambang, 'kan?
Itu teman sekolah saya yang dulu sering numpang
makan dan tidur di rumah kita. Saya baru saja
bentrok dengannya gara-gara urusan politik
dan uang. Beginilah Jakarta, Bu, bisa mengubah
kawan menjadi lawan, lawan menjadi kawan.
Semoga Ibu selalu sehat bahagia bersama penyakit
yang menyayangi Ibu. Jangan khawatirkan
keadaan saya. Saya akan normal-normal saja.
Sudah beberapa kali saya mencoba meralat
nasib saya dan syukurlah saya masih dinaungi
kewarasan. Kalaupun saya dilanda sakit
atau bingung, saya tak akan memberi tahu Ibu.
Selamat Natal, Bu. Semoga hatimu yang merdu
berdentang nyaring dan malam damaimu
diberkati hujan. Sungkem buat Bapak di kuburan.
Puisi tentang Ibu #20
Kepada Ibu
Karya: Rafina Yumma Syafiqa
Kata ibu, kami sama-sama
Berpeluk di rahimnya
Saat berada di kedua tangannya
Kami sedang berebut susunya
Kami berburu bintang paling terang
Bersama menyusim anak tangga
Memetik kejora
Kemudian kami letakkan di pangkuan ibu
Duh, ibu mengapa kau teteskan air mata haru?
Entah untukku, kau, atau kami
Puisi tentang Ibu #21
Ibu
Karya: Lola Ridge
Cintamu bagaikan cahaya bulan
yang mengubah hal-hal kasar menjadi keindahan,
sehingga jiwa-jiwa kecil
yang masam saling memantulkan secara miring
seperti di cermin yang retak. . .
melihat dalam rohmu yang bercahaya
pantulan mereka sendiri,
berubah rupa seperti aliran air yang bersinar,
dan mencintaimu apa adanya.
Kamu bukanlah gambaran dalam pikiranku,
melainkan sebuah kilau.
Aku melihatmu dalam kilauan
pucat seperti cahaya bintang di dinding abu-abu. . .
cepat berlalu dari ingatan bagaikan pantulan angsa putih
yang berkilauan di air pecah.
Puisi tentang Ibu #22
Ibu dan Misteri
Karya: Jonna Fuchs
Bu, cintamu adalah sebuah misteri:
Bagaimana kamu bisa melakukan itu semua?
Ibu selalu ada di sana dan memperbaiki hal dengan sempurna
Untuk masalahku, besar dan kecil.
Cintamu melindungiku hari demi hari,
Jadi aku tidak takut, aku aman dan sehat.
Aku merasa bisa melakukan apa saja
Kapan pun ibu ada.
Ibu, cintamu adalah sebuah misteri,
Aku tidak punya petunjuk
Mengapa kamu mencintaiku sepanjang waktu,
Tapi saya sangat senang kamu melakukannya!
Puisi tentang Ibu #23
Tak Terhingga
Karya: Najwa Futhana Ramadhani
Aku menangis
Air mata ini jatuh membasahi bumi
Aku menangis
Menyadari,
Aku selalu egois
Tangisku tak mengubah segalanya
Tangisku tak dapat mengubah isi hatinya
Aku menyesal
Karena perbuatan ku
Aku menyesal
Atas segala kesalahanku
Kini ...
Tinggal ku duduk menyendiri
Menunggu jawaban hidup ini
Akhirnya kusadari
Dia telah pergi
Ke pelukan Illahi
Walau telah tiada
Segala cinta
Segala kasih sayangnya
Akan selalu membekas di hatiku
Oh, Ibu ...
Puisi tentang Ibu #24
Alamat Ibu
Karya: Isbedy Stiawan ZS
Jika aku jauh berjalan
Dan lupa rumah ibu
Maka selalu kuingat
Pohon yang kau tanam
Di depan rumah sebelah kanan
Meski ku maklumi
Tak setiap waktu
Pohon itu berbunga
dan berbuah
Aku akan menandainya
Dengan mencecap rasa
Atau berteduh di bawahnya
Menghitung daun yang gugur
Mengingat uzur
Matahari selepas zuhur
Jika kau laut
Aku sudah seberangi
Dalamnya, dan melewati
Pulau pulau-benua benua
Meski aku maklum
Tak setiap waktu
Aku bisa lelap
Dalam ombakmu
dan berlayar...
Aku akan menerimanya
Seperti kurindu cintamu
Yang merekatkan layar
Ke lambung perahu ini
Bagiku menitipkan usia
Di telapak kakimu
Muara surga
Jika aku jauh berjalan
Lupa pulang ke hatimu
Tempat pohon-pohon berbunga
Dan laut tumbuhkan benua
Tetaplah senyummu melambai
sebagai mercusuar
Bagi para pelayar
Maka aku tak pernah tersasar
Karena sejauh anak pergi
Dan lalai jalan pulang
Kau akan mengingatkan
Perantau agar kembali
Demikian ibu
Selalu mencahayakan Alamat.
Puisi tentang Ibu #25
Cuma Ibu yang Tahu
Karya: Khofifah Indar Parawansa
Saat Ibu baru saja memejamkan mata
pecahlah tangisan si kecil dengan nyaringnya
dalam keadaan mengantuk, anak pun harus digendong sepenuh cinta
Bagaimana rasanya?
Cuma Ibu yang tahu rasanya
Saat lapar melanda, terbayang makanan enak di atas meja
ketika suapan pertama, anak pup di celana
Bagaimana rasanya?
Cuma Ibu yang tahu rasanya
Saat badan sudah lelah tak ada tenaga
ingin segera mandi menghilangkan penat yang ada
mumpung anak-anak sedang anteng di kamarnya
Belum sempat sabunan, anak sudah nangis berantem rebutan boneka
Kacaulah acara mandi Ibu, langsung handukan walau daki masih menempel dibadannya
Bagaimana rasanya?
Cuma Ibu yang tahu rasanya
Saat Ibu ingin beribadah dengan khusuknya
anak-anak mulai mencari perhatian
menarik-narik mukena, mengacak-ngacak lemari baju mumpung lbu tak berdaya
Loncat sana loncat sini, punggung Ibu jadi pelana.
Belum juga beres doa, anak-anak semakin berkuasa
Bagaimana rasanya?
Cuma Ibu yang tahu rasanya
Aaah
Di balik kerepotan itu semua, namun ada jua syurga didalamnya.
Cuma Ibu yang tahu lezatnya makna senyuman anak yang diberikan
pelukan anak
Ucapan cinta anak yang tampak sederhana dihadapan orang, namun berubah menjadi intan permata dimata Ibu
Itulah mengapa
Saat anak bahagia, Ibu menangis
Anak berprestasi, Ibu menangis
Anak tidur lelap, Ibu menangis
Anak pergi jauh, Ibu menangis
Anak menikah, Ibu menangis
Anak wisuda TK aja, Ibu menangis
Anak tampil dipanggung, Ibu menangis
Aah....
inikah tangis bahagia yang tak akan dapat dimiliki siapapun jua
jika engkau tak mengalaminya sendiri sebagai Ibu
mungkinkah ini bagian dari surga milikNya yang diberikan kepada seluruh Ibu, sebuah cinta yang begitu lezatnya dirasa
Dan akhirnya saya percaya dimana ada kerasnya perjuangan Ibu di dalam rumah
maka disitu akan hadir cahaya surga yang menemani Ibu yang tak kalah indahnya
Jika hari ini engkau menangis karena repotnya mengasuh anak
maka akan ada hari dimana engkau akan tersenyum paling manis karena kebaikan yang hadir bersamanya
Selamat menyambut Hari Ibu esok hari 22 Des
Salam buat seluruh Ibu-Ibu
Dimanapun berada