Pihak Basri Modding menegaskan tidak gentar menghadapi gugatan terkait penggelapan Rp 11 miliar yang dilayangkan Yayasan Wakaf Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Eks Rektor UMI itu mengklaim dirinya tak terlibat penggelapan dana seperti yang dituduhkan.
"Tidak gentar, karena dia posisi benar. Siap (hadapi gugatan). Beliau orang taat hukum, taat aturan, menghargai seluruh proses yang sedang berjalan," kata kuasa hukum Basri Modding, Muhammad Nur kepada detikSulsel, Jumat (19/4/2024).
Nur mengatakan Basri tak pernah mangkir dalam proses hukum yang dihadapi. Basri kooperatif mengikuti proses hukum saat dilaporkan menggelapkan dana proyek kampus senilai Rp 28 miliar di Polda Sulsel yang laporannya belakangan dicabut pihak yayasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beliau sudah diproses secara pidana, dia hadiri pemeriksaan. Kemudian mereka sendiri mencabut laporan. Maka sekarang masuk perdata, kami ikuti semua proses perdatanya," ungkapnya.
Dia menanggapi omongan penasehat hukum Yayasan Wakaf UMI Ansar Makkuasa yang menyindir Basri tidak merasa tidak bersalah namun tetap menghadiri sidang perdata, Selasa (16/4) di PN Makassar. Nur menyebut, kehadiran Basri di sidang itu merupakan bukti penghormatan kliennya terhadap proses hukum yang berlangsung.
"Kami ini orang taat hukum. Kami dipanggil oleh Pengadilan. Kami benar atau salah, kami harus hadiri persidangan. Ada surat resmi pemanggilan dari Pengadilan," tegasnya.
"Tanggal 16 April saya sidang pertama itu. Hari Selasa nanti (depan) kita sidang kedua mediasi. Kalau saya buktikan saja lah di perkara perdata bahwa ada ini (kerugian)," lanjut Nur.
Nur menambahkan, pihaknya juga merasa heran dengan kerugian yang dimaksud dan dialami oleh pihak Yayasan Wakaf UMI. Pasalnya, sesuatu yang dianggap kerugian oleh mereka adalah keuntungan kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek di UMI.
"Kemudian merasa pihak UMI ini bahwa masih memiliki kerugian yang dia hitung keuntungannya itu kontraktor. Jadi yang dianggap itu kerugian UMI, itu adalah seluruh keuntungan kontraktor. Jadi hebat UMI ini suruh orang kerja, tapi tidak mau kasih pembayaran," bebernya.
Di sisi lain, Nur menganggap pembayaran terhadap pengerjaan proyek tersebut dilakukan oleh bendahara kampus dan bendahara yayasan. Dengan begitu, Nur menilai sejauh ini Basri tidak melakukan sesuatu yang merugikan seperti yang disangkakan kepada kliennya.
"Dengan bendahara Yayasan. Artinya apa? Dari semua pengerjaan itu, dari tahapan pembayaran, itu berdasarkan aturan yang ada di UMI. Kok bisa di kemudian hari dikatakan ada kerugian," tuturnya.
Nur kembali menyinggung soal tudingan pihak Yayasan Wakaf UMI ke Basri tentang dugaan penggelapan dana proyek kampus. Dia memastikan, kliennya itu sama sekali tak pernah mengambil duit proyek tersebut dan digunakan untuk kepentingan pribadi.
"Apa yang digelapkan? Artinya begini, di pasal 372 374, jelas yang dimaksud dengan penggelapan dengan jabatan bahwa dia menguasai uang, kemudian dia menggunakan uang itu secara pribadi. Nah ini tidak ada uang satu rupiah yang masuk ke Prof (Basri)," imbuh Nur.
Sebelumnya diberitakan, Yayasan Wakaf UMI mengajukan gugatan perdata terhadap Basri usai mencabut laporan dugaan penggelapan dana di Polda Sulsel. Gugatan tersebut dilayangkan agar kerugian Rp 11 miliar dapat dikembalikan.
"Perlu kami jelaskan kalau YW UMI berdasarkan temuan hasil audit telah dirugikan dan kenapa kami mencabut laporan di Polda karena kami mau lebih konsentrasi mengejar kerugian sekitar lebih 11 miliar dengan mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Makassar," kata Ansar Makkuasa, Rabu (17/4).
"Saat ini gugatan perdata kami di pengadilan Negeri Makassar berdasarkan Nomor Perkara 112/Pdt.G/2024/PN.Mks terkait ada 3 item yaitu proyek Taman Firdaus, pembangunan gedung International School di kerjakan oleh PT Aifal Arta Celebes adalah perusahaan milik anak BM (Basri Modding), sementara Acces Point dikerjakan oleh CV Triputra Karya Tama," lanjut Ansar.
Dia menyarankan agar Basri lebih teliti untuk membaca gugatan pihak Yayasan Wakaf UMI di PN Makassar. Ansar menilai Basri telah memberi keterangan yang tidak benar usai laporan dicabut dan merasa tidak bersalah sama sekali.
"Jadi kalau pengacara Basri Modding mengatakan tidak ada kerugian YW UMI lalu kenapa mereka harus mengikuti sidang perdata pada tanggal 16 di Pengadilan Makassar. Dan seharusnya mereka membaca gugatan kami mulai dari Posita hingga ke Petitum. Sehingga mereka tidak memberikan informasi yang tidak benar. Saya kira di gugatan perdata kami sangat jelas tentang nilai kerugian YW UMI," cetusnya.
(sar/hmw)