Jurnalis di Aceh menggelar aksi menolak revisi Undang-undang Penyiaran di DPR Aceh. Wartawan meminta dewan mengeluarkan pernyataan resmi menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU tersebut.
Pantauan detikSumut, aksi wartawan dari berbagai media di Aceh yang tergabung dalam Gerakan Jurnalis Aceh Bersatu berlangsung menjelang rapat paripurna di DPR Aceh, Senin (27/5/2024). Para wartawan membawa poster dan spanduk yang bertuliskan penolakan terhadap UU yang berpotensi membungkam kebebasan pers.
Dalam aksinya wartawan juga menutup mulut menggunakan lakban dan berorasi secara bergantian. Empat organisasi pers di Aceh yakni AJI Banda Aceh, PFI Aceh, IJTI Aceh, dan PWI Aceh ikut menandatangani pernyataan sikap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kehadiran wartawan yang berorasi di halaman gedung DPR Aceh disambut pimpinan dan anggota DPR Aceh. Pihak legislatif mengaku akan meneken surat pernyataan yang disodorkan jurnalis.
Baca juga: Jurnalis di Sumut Demo Tolak RUU Penyiaran |
"Kami meminta DPRA mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Penyiaran dan mengirimkan pernyataan tersebut ke DPR RI," kata Koordinator Aksi Rahmad Fajri kepada wartawan.
Menurutnya, jurnalis di Aceh menolak revisi UU tersebut karena mengandung pasal-pasal bermasalah dan bertolak belakang dengan semangat reformasi dan demokrasi yang diperjuangkan selama ini. Bila RUU Penyiaran disahkan, dikhawatirkan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengontrol, membungkam, dan menghambat kerja-kerja jurnalistik.
"DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi," jelas Fajri.
Dia meminta pemerintah tidak mengangkangi semangat reformasi dengan melemahkan kerja-kerja pers melalui kebijakan yang mengekang kemerdekaan pers. Menurutnya, khusus Pasal 42 dan Pasal 50 B ayat 2c dalam RUU bertentangan dengan Pasal 4 Ayat 2 UU Pers yang menyatakan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
"Adapun pasal-pasal bermasalah dalam revisi UU Penyiaran ini meliputi ancaman kebebasan pers lewat larangan jurnalisme investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh KPI (Pasal 42 dan Pasal 50 B ayat 2c)," sebutnya.
(agse/mjy)