Warga Taman Nasional Komodo (TNK), Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), hidup dalam ancaman serangan komodo yang kian mengkhawatirkan. Kasus penyerangan komodo terhadap warga telah terjadi berulang kali, bahkan hingga ke pemukiman.
Masyarakat selama ini berharap kepada pemerintah melalui Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) untuk segera membangun pagar pembatas antara pemukiman warga dan habitat komodo. Pagar itu dianggap sebagai solusi utama untuk melindungi warga dari ancaman serangan hewan buas tersebut.
Sayang, harapan warga masih sulit terwujud meski TNK menyumbang pendapatan signifikan. Kunjungan wisatawan ke TNK mencapai ratusan ribu orang dan menghasilkan Rp 53 miliar pada 2024. Duit itu diberikan kepada Kementerian Kehutanan (Kemenhut) sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pendapatan BTNK yang begitu besar tidak berbanding dengan anggaran dari Kemenhut. Anggaran yang dialokasikan untuk BTNK pada 2025 justru turun menjadi Rp 15 miliar, lebih kecil dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp 23 miliar.
Walhasil, anggaran BNTK tak cukup untuk membangun pagar pembatas pemukiman dengan habitat komodo. "Anggaran tidak cukup," ujar Kepala BTNK, Hendrikus Rani Siga, Minggu (26/1/2025).
Pria yang akrab disapa Hengki ini mengatakan anggaran sebesar Rp 15 miliar hanya cukup untuk belanja pegawai dan operasional terbatas BTNK sehingga pembangunan pagar pembatas menjadi sulit direalisasikan.
Hengki menjelaskan anggaran untuk membangun pagar pembatas di Pulau Komodo diperkirakan menelan biaya Rp 4 miliar dan Rp 2 miliar di wilayah Kerora. Meski demikian, ia menegaskan pembangunan pagar tetap menjadi salah satu prioritas BTNK.
"Pagar itu prioritas, tetapi ada prioritas-prioritas lain. Dari perspektif masyarakat, itu mungkin nomor satu, tetapi dari sisi pengunjung atau pelaku pariwisata, prioritas mereka bisa berbeda," ungkap Hengki.
Selain itu, BTNK juga membutuhkan sarana lain, seperti fasilitas kantor yang memadai dan transportasi untuk patroli dan monitoring. "Pengelola butuh dukungan anggaran agar bisa bekerja optimal dan memberikan pelayanan yang baik," lanjut Hengki.
BTNK, jelas Hengki, tetap berkomitmen membangun pagar pembatas di TNK demi keselamatan warga. Namun, realisasi proyek ini sangat bergantung pada ketersediaan anggaran. Jika anggaran tidak mencukupi, BTNK akan mencari bantuan dari pihak lain melalui kerja sama atau dukungan volunteer.
"Kami tetap berusaha. Mungkin ada badan peduli atau volunteer yang bersedia membantu. Mudah-mudahan ada dukungan dana yang cukup agar pagar itu bisa dibangun," jelas Hengki.
BTNK sebenarnya sempat memulai pembangunan pagar pembatas sepanjang 1.073 meter di Kampung Komodo, Pulau Komodo, dengan anggaran Rp 3,2 miliar pada 2021. Namun, proyek itu mangkrak karena kontraktor gagal menyelesaikannya dan hanya menyelesaikan fondasi.
Hingga kini, puluhan warga di kawasan TNK telah menjadi korban serangan komodo. Beberapa di antaranya meninggal dunia. Kasus terbaru terjadi di Dusun Kerora, Desa Pasir Panjang, Pulau Rinca. Seorang warga bernama Hamra diserang Komodo saat beristirahat di pondoknya. Nyawanya tertolong setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit di Labuan Bajo.
Sekretaris Desa (Sekdes) Komodo, Ismail, mengatakan telah menyuarakan kebutuhan mendesak pagar pembatas antara pemukiman warga dengan habitat komodo. "Masyarakat Komodo sangat mengharapkan agar pembangunan pagar pembatas segera dilaksanakan," ujar Ismail pada November 2023.
(hsa/nor)