·ÉËÙÖ±²¥

Regenerasi Wayang Golek di Jawa Barat, Harapan dan Tantangan

Regenerasi Wayang Golek di Jawa Barat, Harapan dan Tantangan

Asy Syifa Ramadhani Imam - detikJabar
Rabu, 06 Nov 2024 13:02 WIB
Regenerasi Wayang Golek di Jawa Barat, Harapan dan Tantangan
Khanha Ade Kosasih Sunarya. (Foto ig @guriharjaduaputu)
Bandung -

Wayang menjadi salah satu pertunjukan tradisional yang populer di tengah masyarakat. Umumnya pagelaran wayang membawakan kisah klasik seperti Ramayana dan Baratayuda. KBBI mendefinisikan wayang sebagai boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu yang dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam drama tradisional, biasanya dimainkan oleh seorang dalang.

Di Jawa Barat, wayang golek menjadi pertunjukkan yang digemari oleh berbagai kalangan. Menggunakan kayu sebagai bahan pembuatan boneka, menjadikan wayang golek sebagai salah satu kesenian khas Jawa Barat.

Wayang memiliki kaitan erat dengan dalang, terutama dalam sebuah pagelaran. Dalang memegang posisi penting yaitu menyampaikan cerita melalui keahlian khusus seperti membedakan suara antar tokoh. Seorang dalang harus peka dan mampu menggunakan seluruh alat indera dengan baik, sebab dalang akan berkomunikasi dengan orang-orang dan peralatan dalam pertunjukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalang menjadi pemeran utama dalam pagelaran wayang. Sejumlah tugas dilakukan oleh dalang, seperti menyampaikan cerita, memimpin alunan musik, menciptakan cerita, dan memutuskan alur atau memodifikasi cerita untuk menyesuaikan kebutuhan pagelaran.

Terdapat beberapa unsur dalam pagelaran wayang, yaitu unsur benda mati berupa peralatan yang digunakan dalam pagelaran, seperti alat musik dan wayang itu sendiri. Terdapat juga unsur benda hidup, yaitu manusia yang berperan di dalam pagelaran, seperti dalang dan pemusik.

ADVERTISEMENT

Jawa Barat sendiri menyimpan banyak sekali dalang berbakat dan sudah mendunia dari berbagai generasi. Sebut saja salah satunya Dadan Sunandar Sunarya dari Putra Giri Harja 3. Ia merupakan keturunan dari salah seorang maestro dalang terkemuka Jawa Barat, Asep Sunandar Sunarya.

Pada Jumat (25/10/2024), Dadan Sunandar Sunarya mengisi pagelaran wayang golek di acara Dies Natalis ke-70 UPI dengan membawakan cerita 'Sukma Sajati.' Terlihat masyarakat yang datang dari berbagai generasi hadir untuk menyaksikan pagelaran ini. Antusiasme para penonton sangat terlihat, dengan durasi pagelaran yang panjang, ada penonton yang datang membawa makanan, tikar, hingga bantal.

Regenerasi Wayang Golek di Jawa Barat, Harapan dan TantanganPagelaran wayang Putra Giri Harja 3 oleh Dadan Sunandar Sunarya di Dies Natalis UPI Jumat (25/10/2024)

Dominasi penonton bukan hanya datang dari orang tua, tetapi juga generasi muda. Terlihat banyak mahasiswa dan anak-anak yang datang bersama teman atau ikut dengan keluarganya. Diantaranya Gigi (19) dan Gina (20) yang sama-sama baru pertama kali menyaksikan pagelaran wayang secara langsung.

"Udah jarang ya pertunjukan wayang secara langsung, biasanya nonton di TV doang, terus sekarang ada secara langsung jadi tertarik banget buat nonton," ujar Gina pada acara Dies Natalis UPI.

Mereka turut menyampaikan sangat tertarik untuk mencari dan menyaksikan pagelaran wayang secara langsung lagi dikemudian hari. Sebagai generasi muda, mereka merasa tertarik dengan kesenian tradisional ini.

"Pagelaran wayang bukan hanya tentang menonton cerita yang dibawakan, tetapi juga menjadi ajang berkumpul dan belajar kebudayaan," kata Gigi.

Tingginya minat masyarakat untuk menyaksikan pertunjukan wayang menjadi angin segar bagi keberlanjutan kesenian yang satu ini. Namun, bagaimana dengan regenerasi pelaku seni di bidang ini, seperti dalang dan pengrajin wayang?

Hari Jumat (26/10/2024), detikJabar berkesempatan untuk berjumpa dengan salah seorang dalang muda dari Giri Harja Dua Putu bernama Khanha Shandika, dengan nama panggung Khanha Ade Kosasih Sunarya. Nama panggung tersebut diambil dari nama leluhur, dimana Khanha merupakan cucu dari dalang legendaris Ade Kosasih Sunarya.

Dalang muda berusia 21 tahun ini sedang menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Ia mengaku beruntung masuk ke dalam bidang perawayangan khususnya menjadi seorang dalang. Memiliki garis keturunan dalang tersohor, ia menyampaikan bukan hanya ilmu yang diwarisi, tetapi juga penggemar.

Faktor keturunan menjadi alasan utama Khanha memulai perjalanannya menjadi seorang dalang. Sedari kecil, dengan arahan dari keluarga dan dikelilingi oleh kesenian wayang, sedikit demi sedikit ia mulai belajar tentang dunia seni khususnya pedalangan. Ia memulai pentas pertamanya saat usia 9 tahun. Setahun setelahnya, ia mulai memiliki jadwal yang padat.

Reaksi positif penonton saat mendengarkan cerita yang sedang dibawakan menjadi satu hal yang paling disukai oleh Khanha, sebab membuat penonton fokus untuk mendengarkan cerita dalam waktu lama memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Selain itu, menyesuaikan candaan pada pertunjukan agar dapat dipahami oleh semua kalangan juga menjadi tantangan yang ia alami.

"Paling suka ketika didengar oleh audiens. Ada yang ngobrol, ada yang makan, itu sangat tinggi tingkat kesulitannya. Makanya dalang harus fokus, ketika tidak didengarkan oleh penonton," ujar Khanha saat ditemui Tim detikJabar di rumahnya.

Khanha secara aktif memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan eksistensi dalang serta pemahaman tentang wayang khususnya bagi generasi muda. Dengan memiliki pengikut lebih dari 200 ribu di Tiktok, Khanha pernah diundang ke salah satu stasiun televisi Indonesia. Ia juga sudah tampil di berbagai daerah, termasuk ke luar negeri yaitu Jepang.

Baginya, wayang bukan hanya sekedar tontonan atau mainan, tetapi juga kehidupan yang menghidupi orang hidup.

"Wayang itu bagi saya bukan hanya sekedar tontonan atau mainan, tapi wayang juga sebagai kehidupan yang menghidupi orang yang hidup. Saat pagelaran wayang, ada 50 kru yang saya bawa ke lokasi, yang memang sehari-harinya itu menghasilkan uang hasil dari kesenian wayang," kata Khanha.

Selain Khanha, seorang dalang muda lainnya bernama Diynan Prayuga Sutisna (20) juga membagikan kisahnya yang tumbuh bersama wayang. Berbeda dengan Kanha yang datang dari keluarga dalang dan menjadi penerus, Diynan justru tidak datang dari keluarga dalang. Saat ini, ia tengah menempuh pendidikan di Universitas Putra Indonesia program studi Pendidikan Seni Musik.

Tumbuh dari lingkungan keluarga dengan latar belakang seni, terutama sang ayah yang merupakan seorang pemain kecapi, membawa Diynan ikut mencintai kesenian. Saat kelas 5 SD, ia menyaksikan sebuah pagelaran wayang Golek dari Asep Sunandar Sunarya. Dari sanalah ia mulai tertarik dan ingin mendalami kesenian wayang, khususnya untuk menjadi seorang dalang.

Regenerasi Wayang Golek di Jawa Barat, Harapan dan TantanganDiynan Prayuga Sutisna. (Sumber: dokumentasi pribadi Diynan)

Keluarga mendukung penuh keinginan Diynan untuk belajar. Ayahnya yang merupakan pengiring dari dalang Adhi Konthea yang juga merupakan keturunan dari dalang Ade Kosasih Sunarya. Akhirnya Diynan diperkenalkan kepada dalang Adhi Konthea dan mulai berguru. Saat ini, Diynan sudah memiliki dan memimpin tim wayang sendiri bernama Dangiang Giri Mustika.

Selama merintis menjadi seorang dalang, berbagai kesulitan dihadapi oleh Diynan. Salah satunya adalah mencari inspirasi, bagaimana penonton bisa memahami apa yang disampaikan. Sementara itu, ia menyampaikan tidak mengalami kesulitan untuk teknik suara atau gerakan wayang, sebab hal tersebut selalu dilatih untuk mempermudah saat akan memulai pagelaran.

"Kalau sampai lancar banget itu tidak ada patokan harus berapa tahun. Sampai tua juga masih dianggap belajar, walaupun udah lama masih harus terus belajar " ujar Diynan kepada tim detikJabar, akhir Oktober lalu.

Dalang muda ini antusias dengan tingginya minat generasi muda yang terjun ke dalam pewayangan. Hal ini didukung dengan hadirnya kampus-kampus dengan jurusan yang sejalan dengan kebutuhan kesenian wayang, sehingga mampu menciptakan para seniman muda. Mereka yang baru merintis biasanya akan bergabung dengan sanggar untuk menyalurkan ilmu yang sudah dipelajari saat berkuliah.

Terkait penonton pagelaran wayang golek, Kanha maupun Diynan menyampaikan hal yang sama. Saat ini mayoritas penonton masih datang dari kalangan orang tua. Diynan menyebut, sedari dulu wayang identik dengan hiburan untuk orang tua, tetapi dengan perkembangan media sosial, anak muda mulai banyak yang tertarik untuk mengetahui tentang wayang.

"Dominasi penonton kisaran 25 tahun ke atas. Iya yang muda ada, misalkan ada kakek yang bawa cucunya, bapak yang bawa anaknya, kayak gitu. Saya juga aktif di TikTok, anak muda jadi nonton juga, Alhamdulillah-nya ya bisa ngimbangin," jelas Khanha.

Kedua dalang muda ini menyebut bahwa regenerasi dalang tidak begitu sulit. Banyak anak muda yang tertarik dan langsung menggeluti keseniannya, terutama yang menempuh pendidikan dengan jurusan yang relevan. Bukan hanya itu, garis keturunan dalang dari berbagai daerah juga menjadi faktor pendukung kelancaran regenerasi dalang.

Sayangnya, di saat para praktisi wayang golek mengalami peningkatan, hal sebaliknya justru dialami oleh pengrajin wayang. Riki Kartawiyoga (38), seorang pengrajin wayang asal Desa Jelekong dengan nama usaha Girilaya Wayang Golek. Ia membagikan ceritanya selama menjadi pengrajin wayang, hingga penyebab sulitnya regenerasi pengrajin wayang.

Pria yang akrab disapa Riki ini sudah mengenal wayang dari kecil, karena sang ayah merupakan seorang pengrajin. Ia mulai belajar membuat wayang sejak duduk dibangku SMP dan mulai ikut membantu keluarga serta tetangga dalam proses produksi wayang.

Regenerasi Wayang Golek di Jawa Barat, Harapan dan TantanganRiki Kartawiyoga memoles kepala wayang. Foto: Istimewa

Ia mulai membuka usahanya sendiri pada tahun 2008 saat usia 20-an. Hidup di lingkungan pengrajin wayang, secara tidak langsung ia berguru kepada orang tua, pengalaman, dan secara otodidak mulai mengembangkan kemampuannya. Sebenarnya, ia tidak diwajibkan untuk melanjutkan usaha pembuatan wayang orang tuanya, tetapi membuat wayang seakan sudah menjadi jalan rezekinya.

Tentu, selama menggeluti pekerjaan ini ia sempat mengalami kesulitan. Riki bercerita, membuat wayang custom yang mirip dengan wajah sang pembeli menjadi tantangan yang cukup sulit. Selain itu, kesulitan lain datang dari waktu pengerjaan wayang, karena setiap karakter memiliki kerumitannya masing-masing.

"Kalau yang kecil satu minggu bisa 100 wayang, sedangkan untuk satu wayang besar ukuran untuk pagelaran menghabiskan 1- 2 minggu pengerjaan," kata Riki sambil memoles kepala wayang, Sabtu (26/10/2024).

Proses produksi dikerjakan bersama tim, mulai dari pembuat kepala, badan, dan aksesoris. Biasanya, Riki fokus untuk proses pewarnaan dan penyempurnaan tahap akhir dari wayang yang akan dijual. Dalam mengikuti perkembangan zaman, Ia turut berinovasi dengan membuat karakter wayang modern seperti superhero. Ia juga memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan wayang yang ia jual.

Penggemar wayang masih ramai dan datang dari berbagai kalangan, tetapi Riki lebih sering mendapat pesanan dari kolektor dibandingkan dalang. Ia menyebut bahwa peminat wayang klasik dan modern sama banyaknya. Ia juga sudah berhasil memasarkan wayangnya hingga luar negeri seperti Amerika dan Australia.

Dengan tingginya peminat wayang, pengrajin wayang justru mengalami kesulitan dalam regenerasinya. Generasi muda cenderung tertarik menjadi dalang dan karawitan, ditambah dengan adanya penjurusan di perkuliahan. Riki memberikan pandangannya terkait penyebab sulitnya perkembangan pengrajin wayang.

"Bikin wayang itu belajarnya lama, bisa tahunan. Banyak yang nyoba belajar dan akhirnya tidak betah, jenuh gitu. Jadi ya penggemarnya banyak, tetapi pengrajin malah sedikit," ujar Riki.

Ia turut menyampaikan, pengrajin wayang di Desa Jelekong yang disebut sebagai pusat kerajinan seni dan budaya bisa hitung jari. Begitupun dengan daerah lain, sebab membutuhkan waktu untuk regenerasi dari pengrajin wayang. Realita ini membuat Riki berharap semakin banyak pengrajin baru yang mau belajar.

"Saya berharap wayang makin banyak disukai. Tentunya lebih banyak hadir pengrajin baru dan mau belajar. Walaupun susah, tapi semoga ada penerusnya, karena harus sabar saat belajar," ujar Riki menyampaikan harapannya terhadap masa depan pengrajin wayang.




(tya/tey)

Berita ·ÉËÙÖ±²¥Lainnya
detikOto
Sepakbola
Wolipop
detikFinance
detikTravel
detikHot
detikHealth
detikFood

Hide Ads