- Pengertian Jual Beli dalam Islam
- Dasar Hukum Jual Beli
- Rukun Jual Beli dalam Islam 1. Akad (ijab qabul) 2. Orang yang Berakad (Subjek) 3. Ma'kud 'alaih (objek) 4. Nilai Tukar Pengganti Barang
- Syarat dan Ketentuan Jual Beli dalam Islam 1. Syarat penjual dan pembeli (aqidain) 2. Syarat barang jual beli (ma'quad alaih) 3. Alat untuk tukar menukar barang 4. Ijab dan qabul
Jual beli merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang paling umum dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam skala kecil seperti transaksi antar individu, maupun dalam skala besar seperti transaksi antara perusahaan atau negara.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jual beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual.
Dalam pandangan Islam, jual beli merupakan aktivitas yang diatur oleh syariat Islam dan memiliki prinsip-prinsip serta aturan tertentu yang harus dipatuhi oleh para pelakunya. Prinsip-prinsip ini diatur dalam rukun jual beli berdasarkan syariat Islam untuk menjaga agar jual beli dilakukan dengan penuh keadilan, transparansi, dan menghindari segala bentuk eksploitasi atau penipuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Jual Beli dalam Islam
Dikutip dari Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam berjudul 'Jual Beli dalam pandangan Islam' oleh Shobirin, dalam fiqh, jual beli disebut dengan istilah al-bai', yang merujuk pada aktivitas menjual, mengganti, atau menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Terkadang istilah al-bai' juga digunakan untuk menggambarkan lawannya, yaitu kata asy-syira yang berarti beli. Dengan demikian, istilah al-bai' dapat merujuk pada jual dan beli secara bersamaan.
Beberapa ulama memberikan interpretasi tentang jual beli. Para ulama Hanafiyah menyatakan jual beli adalah pertukaran harta dengan harta berdasarkan aturan syariah yang disepakati. Menurut Imam Nawawi dalam al-Majmu', jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk tujuan kepemilikan. Ini mencakup pertukaran barang dengan barang atau barang dengan uang dengan melepaskan hak milik berdasarkan kesepakatan saling rela.
Dasar Hukum Jual Beli
Dasar hukum jual beli dapat ditemukan dalam Al-Quran dan hadis, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 275:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ٢٧٥
alladzîna ya'kulûnar-ribâ lâ yaqûmûna illâ kamâ yaqûmulladzî yatakhabbathuhusy-syaithânu minal-mass, dzâlika bi'annahum qâlû innamal-bai'u mitslur-ribâ, wa aḫallallâhul-bai'a wa ḫarramar-ribâ, fa man jâ'ahû mau'idhatum mir rabbihî fantahâ fa lahû mâ salaf, wa amruhû ilallâh, wa man 'âda fa ulâ'ika ash-ḫâbun-nâr, hum fîhâ khâlidûn
Artinya: "Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya." (Q.S. Al Baqarah: 275).
Allah melarang umat Islam untuk mengambil harta sesama secara tidak sah, seperti mencuri, korupsi, menipu, merampok, memeras, dan tindakan lain yang dilarang-Nya. Namun, jual beli yang didasarkan pada kesepakatan bersama dan saling menguntungkan tetap diperbolehkan. Rasulullah SAW juga telah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bazzar yang berbunyi:
عن رفاعه بن رافع ريض هللا عنه ان رسل هللا صىل هللا وسمل سئل : اى
(الكسب اطيب ؟ قل الرجل بيده ولك بيع مربور )رواه الزبر وحصحه احلا م
Artinya: "Dari Rifa'ah bin Rafi' Ra. bahwasannya Nabi Saw. ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik, beliau menjawab, seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur." (HR. Al-Bazzar dan ditashih oleh Hakim).
Rukun Jual Beli dalam Islam
Ada beberapa rukun jual beli dalam Islam, sebagai berikut:
1. Akad (ijab qabul)
Akad (ijab qabul) merujuk pada perjanjian atau kesepakatan antara dua belah pihak. Secara etimologis, akad adalah ikatan yang menghubungkan dua ujung suatu transaksi. Namun, dalam terminologi ahli fiqh, akad (ijab qabul) mengacu pada proses perjanjian yang dilakukan sesuai dengan syariat Islam, sehingga menghasilkan konsekuensi hukum yang diinginkan.
Dengan demikian, akad adalah kesepakatan antara penjual dan pembeli yang harus terjadi sebelum transaksi jual beli dianggap sah. Ijab qabul menunjukkan adanya kerelaan dan persetujuan dari kedua belah pihak.
Proses ijab qabul bisa dilakukan secara lisan atau tertulis. Ijab qabul dapat dilakukan melalui kata-kata atau tindakan, seperti penyerahan barang dan penerimaan uang.
Secara prinsip, akad biasanya dilakukan secara langsung melalui percakapan, tetapi jika salah satu pihak tidak dapat berbicara, maka ijab qabul bisa dilakukan melalui komunikasi tertulis, yang esensinya berisi perjanjian ijab qabul.
2. Orang yang Berakad (Subjek)
Dua belah pihak terdiri dari penjual (bai') dan pembeli (mustari). Mereka juga disebut sebagai aqid, yakni orang yang melakukan akad dalam transaksi jual beli. Dalam konteks jual beli, tidak mungkin terjadi tanpa kehadiran orang yang melaksanakannya, dan orang yang melakukan akad harus memenuhi beberapa syarat:
- Beragama Islam: Syarat ini diperlukan untuk pembeli dalam beberapa kasus tertentu. Sebagai contoh, seseorang tidak boleh menjual budak muslim karena kemungkinan besar pembeli akan merendahkan budak yang beragama Islam.
- Berakal: Orang yang melakukan transaksi harus mampu membedakan atau memilih opsi yang terbaik baginya. Oleh karena itu, orang yang tidak berakal seperti orang gila atau bodoh tidak dapat melakukan jual beli, meskipun itu adalah miliknya sendiri.
- Dengan kehendak sendiri: Dalam melakukan transaksi jual beli, pihak yang terlibat harus bertindak atas kemauan sendiri dan tidak dipaksa.
- Baligh: Mencapai usia baligh atau dewasa menurut hukum Islam. Batasan dewasa bagi laki-laki adalah ketika dia telah bermimpi basah atau mencapai usia 15 tahun, sedangkan bagi perempuan adalah setelah mengalami haid.
- Keduanya tidak boros: Pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli haruslah orang yang tidak boros, artinya mereka tidak menghambur-hamburkan harta.
3. Ma'kud 'alaih (objek)
Agar transaksi jual beli sah, harus ada ma'qud alaih, yaitu barang yang menjadi objek transaksi atau penyebab terjadinya kesepakatan jual beli. Barang yang dijadikan objek transaksi harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Kebersihan barang: Barang yang diperjualbelikan tidak boleh termasuk barang najis atau dilarang oleh syariat.
- Dapat dimanfaatkan: Barang yang diperjualbelikan harus memiliki manfaat, sehingga tidak boleh memperjualbelikan barang yang tidak bermanfaat.
- Milik penjual: Penjual harus memiliki kepemilikan sah atas barang yang dijual atau telah mendapatkan izin dari pemilik sah barang tersebut. Jual beli oleh pihak yang bukan pemilik atau memiliki wewenang atas barang tersebut dianggap batal.
- Keterpahaman: Barang yang diperjualbelikan harus jelas dan dapat dipahami oleh penjual dan pembeli, termasuk zat, bentuk, sifat, dan harga barang.
- Barang ada dalam genggaman: Barang yang diperjanjikan harus berada dalam kepemilikan penjual. Jual beli atas barang yang belum berada dalam genggaman penjual tidak diperbolehkan, karena barang tersebut mungkin rusak atau tidak dapat diserahkan.
- Kemampuan penyerahan: Barang harus dapat diserahkan secara fisik. Jika barang tidak dapat diserahkan, ada risiko penipuan atau kekecewaan bagi salah satu pihak.
Objek transaksi bisa berupa barang atau uang, asalkan memiliki nilai dan dapat digunakan menurut syariat. Barang seperti alkohol, babi, dan barang terlarang lainnya tidak boleh diperjualbelikan, dan jika dijadikan objek transaksi, transaksi tersebut dianggap batal.
4. Nilai Tukar Pengganti Barang
Nilai tukar yang menggantikan barang harus memenuhi tiga syarat: dapat menyimpan nilai (store of value), dapat menilai atau menghargai suatu barang (unit of account), dan dapat digunakan sebagai alat tukar (medium of exchange).
Keempat pilar ini mencakup beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam transaksi jual beli. Dalam literatur fiqh, minimal ada tiga syarat sahnya ijab qobul, yaitu: (a) Tidak boleh diinterupsi oleh kata-kata lain di antara ijab dan qobul, (b) Para pihak yang terlibat dalam transaksi (penjual dan pembeli), dan (c) Tidak boleh ada yang memisahkan antara maksud penjual dan pembeli, yang berarti penjual dan pembeli masih berinteraksi terkait dengan ijab dan qobul.
Syarat dan Ketentuan Jual Beli dalam Islam
Dilansir dari situs resmi Universitas Islam An Nur Lampung, sebelum melaksanakan akad jual beli, harus dipenuhi syarat-syarat tertentu yang dikenal sebagai syarat jual beli. Setiap elemen penting dalam jual beli harus memenuhi persyaratan berikut:
1. Syarat penjual dan pembeli (aqidain)
Transaksi jual beli dianggap sah jika penjual dan pembeli memenuhi kriteria berikut:
- Kedua belah pihak harus telah mencapai baligh, yang berarti baik penjual maupun pembeli telah mencapai usia dewasa yang ditentukan oleh hukum agama.
- Keduanya harus berakal, artinya penjual dan pembeli harus memiliki akal yang sehat. Sehingga, seseorang yang tidak berakal, seperti orang gila atau yang tidak memahami hitungan, tidak dapat melakukan akad jual beli secara sah.
- Tidak berbelanja secara boros atau tidak menggunakan barang secara berlebihan.
- Tidak melibatkan paksaan, melainkan dilakukan atas kesepakatan dan kehendak sendiri.
2. Syarat barang jual beli (ma'quad alaih)
Berikut adalah syarat-syarat untuk barang yang diperjualbelikan:
- Barang harus hadir saat transaksi, jelas, dan dapat dilihat atau diketahui oleh kedua belah pihak. Penjual harus dengan jelas menunjukkan barang yang akan dijual kepada pembeli, termasuk ukurannya, beratnya, jenisnya, sifatnya, dan harganya.
- Barang yang diperjualbelikan haruslah berguna. Barang yang tidak memberikan manfaat atau bahkan berpotensi membahayakan atau melanggar norma agama dalam kehidupan manusia tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan. Contohnya adalah jual beli barang curian atau minuman keras.
- Barang yang dijual tidak boleh berupa barang yang haram atau menjijikkan. Barang-barang seperti bangkai, kotoran, atau barang yang menjijikkan lainnya tidak sah untuk diperjualbelikan dan hukumnya haram.
- Barang harus dimiliki oleh penjual. Oleh karena itu, barang-barang yang bukan milik sendiri, seperti barang pinjaman, barang sewaan, atau barang titipan, tidak boleh dijual.
- Barang yang dijual harus dapat dikuasai. Misalnya, tidak sah untuk menjual ayam yang belum ditangkap, merpati yang masih terbang, atau ikan yang masih berada dalam kolam.
3. Alat untuk tukar menukar barang
Alat tukar haruslah memiliki nilai dan diterima secara umum untuk digunakan. Menurut para ulama fikih, nilai tukar yang berlaku dalam masyarakat harus memenuhi beberapa syarat:
- Harga harus disetujui oleh kedua belah pihak pada saat transaksi.
- Nilai kesepakatan tersebut dapat langsung diserahkan pada saat jual beli.
- Jika jual beli dilakukan dengan sistem barter (al-muqayyadah), bukan menggunakan uang melainkan barang.
4. Ijab dan qabul
Ijab merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak penjual barang, sementara kabul adalah tindakan yang dilakukan oleh pembeli barang. Ijab kabul bisa dilakukan secara lisan dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan, atau dalam bentuk tulisan seperti faktur, kuitansi, atau nota, dan sejenisnya. Yang terpenting dalam jual beli adalah kesepakatan sukarela kedua belah pihak, yang dapat terlihat saat akad dilakukan dan ijab qabul harus diungkapkan dengan jelas selama transaksi.
Nah, itu tadi informasi mengenai rukun jual beli dalam Islam beserta syarat dan ketentuannya. Semoga bermanfaat dan aktivitas jual beli yang kita lakukan berkah ya lur!
Artikel ini ditulis oleh Agus Riyanto peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sto/dil)