Dampak kebakaran di Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang berkepanjangan membuat tokoh masyarakat Tengger buka suara. Kebakaran berkepanjangan ini disebut pertanda jika alam murka.
Kepala Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Sunaryono mengatakan, ke depannya harus ada penataan di sektor-sektor pariwisata. Sehingga pengunjung tidak hanya menikmati keindahan alam saja, tapi juga menjaga adat istiadat setempat.
"Oleh karena itu, saya mewakili masyarakat Desa Ngadisari yang hanya berjarak 3 kilometer dari Gunung Bromo untuk menghindari kejadian serupa di kemudian hari, pengunjung menghormati adat istiadat suku Tengger dan menjaga alam Bromo," kata Sunaryono, Kamis (14/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan adanya kebakaran ini, menurut Sunaryono, kegiatan aktivitas masyarakat tetap sama seperti biasanya. Seperti ke lahan hingga mengikuti kegiatan keagamaan, hanya saja untuk aktivitas pelaku wisata sudah tak seramai seperti sebelumnya.
"Kami dari masyarakat mengisyaratkan, bencana alam kali ini merupakan peringatan dari sang Hyang Widhi agar manusia atau wisatawan yang ke Gunung Bromo selain menikmati keindahan alam juga harus menjaga alam," ungkap Sunaryono.
Sejatinya, lanjut Sunaryono, masyarakat Tengger tidak menyesalkan adanya kebakaran di Gunung Bromo. Sebab, masyarakat Tengger di tiap-tiap desa di Kecamatan Sukapura sudah berusaha maksimal dengan upacara keagamaan agar alam Bromo terjaga.
"Kami sudah berupaya untuk menjaga alam, mulai dengan ritual dan doa, dan secara langsung, namun ulah manusia yang bisa menjadi alam marah dan memupus semua usaha kami. Saya harap ke depannya pengunjung bisa menjaga alam ini," pungkasnya.
Sebelumnya, kebakaran kawasan Bromo ini terjadi gegara ulah calon pengantin yang melakukan prewedding menggunakan flare. Saat sesi pemotrtan, flare tersebut sempat meledak hingga jatuh mengenai rumput kering. Akibatnya, percikan api ini langsung membakar kawasan Bukit Teletubbies Bromo hingga terus meluas.
(hil/dte)