Hari Seni Sedunia yang jatuh pada hari ini menjadi momen untuk merefleksikan kesejahteraan pekerja seni yang dinilai masih kurang. Terlebih, dengan munculnya Artificial Intelligence (AI) di tengah masyarakat.
Ketua Dewan Kesenian Semarang, Adhitia Armitrianto menyampaikan refleksi dan harapan besar terhadap kemajuan dunia seni, khususnya di kota Semarang.
Adhit menyebut, saat ini pekerja seni terbagi dalam berbagai klaster profesi seperti perupa, ilustrator, musisi, hingga penari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari sekian banyak cabang seni, musik dan seni rupa dinilai masih menjadi yang paling digeluti oleh anak-anak muda Semarang, tari juga cukup diminati. Bahkan komunitas tari tradisional maupun balet di Semarang makin berkembang," kata Adhit saat dihubungi detikJateng, Selasa (15/4/2025).
Meski begitu, Adhit mengungkapkan, banyak pelaku seni, terutama perupa dan ilustrator, belum mendapatkan bayaran yang sepadan dengan kualitas karya mereka. Ia menyoroti tantangan yang datang dari platform digital yang menawarkan tempat untuk menjual karya, namun kerap membebankan potongan besar atau biaya langganan tinggi.
"Yang muda sekarang banyak tahu platform untuk menjual karya mereka. Banyak yang memanfaatkan itu daripada dari pembeli secara langsung," jelasnya.
"Tapi ada platform yang potongannya cukup besar atau harus langganan dulu. Misal untuk bayarannya 50 dolar, potongannya 30 persen," jelas pria yang juga pelaku seni teater tersebut.
Lebih jauh, Adhit menyinggung dampak kehadiran AI (kecerdasan buatan) dalam dunia seni yang tampaknya tengah digandrungi masyarakat karena cepat dan gratis.
"Pekerja seni juga ditantang AI, masyarakat lebih suka pakai AI karena murah, gratis. Itu luar biasa tantangannya sekarang. Kendala juga, tapi harus dihadapi," paparnya.
Padahal, kata Adhit, apresiasi terhadap seni menjadi hal terpenting yang harus ditingkatkan guna memastikan kesejahteraan para pekerja seni.
"Apresiasi terhadap seni itu penting dan bisa dalam bentuk apapun. Salah satunya tentunya penghargaan karya dalam bentuk nominal uang, misal pembelian karya, tiket pertunjukan, atau bentuk dukungan ekonomi lainnya," tutur Adhit.
Menurutnya, hal itu juga menjadi salah satu hal yang harus dilakukan pemerintah sebagai fasilitator. Demi meningkatkan kesejahteraan pekerja seni, pemerintah diharapkan mampu lebih memperhatikan pekerja seni agar mampu terus berkembang.
"Banyak seniman muda yang kompeten namun belum bisa menjangkau pasar luas karena keterbatasan dana dan akses. Saya kira cukup banyak yang belum bisa membeli cat yang mahal, padahal mereka kompeten," jelasnya.
Adhit menilai, pemerintah juga memiliki peran strategis untuk menjadi fasilitator antara seniman dan masyarakat, serta mengatur ekosistem seni agar lebih adil di era digital ini.
Menanggapi hadirnya Kementerian Kebudayaan yang baru, Adhit menyambut baik namun tetap menyuarakan harapan agar arah kebijakan lebih jelas dan benar-benar berpihak pada kesejahteraan pekerja seni.
"Tinggal memperjelas tugas mereka dan yang utama sebetulnya kesejahteraan bagi seniman itu. Itu kunci utamanya. Kalau kebudayaan kan masih bicara tentang pelestarian pengembangan, tapi kesejahteraan jangan dilupakan," ungkapnya.
"Tapi saya rasa kami tetap harus optimistis. Yang perlu dijaga semangat teman-teman agar tetap menyala," lanjut Adhit.
(apu/apu)