Kinerja ekonomi Nusa Tenggara Barat (NTB) sepanjang 2024 tumbuh 5,30 persen, melebihi target sebesar 5 persen. Pertumbuhan ini meningkat signifikan dibandingkan 2023 yang hanya mencapai 1,80 persen.
Meski mengalami peningkatan, pertumbuhan ekonomi NTB masih bergantung pada sektor pertambangan. Namun, pada triwulan IV 2024, sektor ini mengalami kontraksi sebesar 16,84 persen.
Agar tidak terlalu bergantung pada sektor tambang, pengamat ekonomi NTB Iwan Harsono menilai pemerintah perlu mendorong sektor lain, seperti pertanian dan pariwisata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintahan Iqbal-Dinda harus bekerja keras (untuk melampaui target ekonomi NTB, 7 persen di tahun ini). Yakni dengan mendorong potensi-potensi pada sektor pertanian dan sektor pariwisata," kata pengamat ekonomi dari Universitas Mataram (Unram), Iwan Harsono, saat dihubungi DetikBali, Kamis (6/2/2025).
Menurutnya, pemerintahan baru harus memaksimalkan sektor pertanian yang mencakup perkebunan, perikanan, dan kehutanan. Pemerintah juga perlu menekan persoalan kelangkaan pupuk, memberantas mafia pupuk, serta mengawasi pengusaha penggilingan padi agar mematuhi kebijakan Presiden Prabowo Subianto terkait harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) sebesar Rp6.500 per kilogram.
"Ini yang harus dilakukan Iqbal-Dinda nantinya karena pertanian mayoritas dan basis ekonomi masyarakat. Supaya masyarakat kita yang sebagian besar hidup di sektor itu sejahtera," ujarnya.
Sektor Pertanian Harus Digenjot
Berdasarkan data BPS NTB, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami kontraksi 15,77 persen (q to q) pada 2024. Turunnya produksi padi dan jagung menyebabkan nilai tambah subkategori tanaman pangan juga turun. Produksi padi triwulan ini bahkan anjlok 43,53 persen, dari 280,59 ribu ton menjadi 158,45 ribu ton.
"Ini (sektor) yang harus di-push," jelasnya.
Selain pertanian, Iwan juga mendorong pemerintahan baru untuk mengembangkan sektor pariwisata. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah menambah destinasi wisata serta rute direct flight dari Australia ke Lombok dan sebaliknya.
Terkait penerbangan, Iwan menilai harga tiket pesawat yang mahal perlu diatasi, misalnya dengan memberikan subsidi dari APBD agar harga tiket lebih terjangkau dan wisatawan lebih banyak datang ke NTB.
"Kalau pariwisata kita berbicara akomodasi, tahun lalu (2024) sumber pertumbuhan dari pariwisata kalau saya total sekitar 0,56 persen menurun menjadi 0,37 persen. Dilakukan penambahan direct flight seperti dari Lombok-Darwin atau Lombok-Perth dan sebaliknya," terangnya.
Menurutnya, untuk mendorong dua sektor ini, NTB perlu menyesuaikan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang hanya sebesar Rp6 triliun.
"Banyak PR yang harus dilakukan, tapi dipilih skala prioritas mengingat APBD kita terbatas, yakni hanya Rp6 triliun. Saya dukung ide-ide dan visi pemimpin baru NTB terkait pengembangan pariwisata," jelasnya.
Sementara itu, Kepala BPS NTB Wahyudin mengatakan pemerintah setempat mendorong peningkatan di sektor pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Pada 2024, pertambangan mengalami kontraksi sebesar 16,84 persen (yoy). Karena itu, ia menyarankan agar sektor ini tetap dijaga agar tidak semakin merosot.
"Sementara smelter kita masih belum (maksimal), semoga saja di triwulan I 2025 ini sudah masuk, smelter sudah mulai berproduksi. Belum ada kejelasan dari ESDM terkait arah, kemana hasil smelter akan dilempar, apa ekspor atau di dalam negeri," katanya, Kamis (6/2).
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...
Simak Video "Tantangan dan Peluang Industri Tembakau dalam Kebijakan Baru"